Jumat 12 Jun 2015 15:57 WIB

Ke Mana Moncong Nuklir Iran akan Mendarat?

Arif Supriyono
Foto: dok pribadi
Arif Supriyono

Oleh: Arif Supriyono

Wartawan Republika

Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) telah menyepakati lima negara yang memiliki senjata nuklir. Kelimanya adalah Amerika Serikat, Rusia (dulu Uni Sovyet), Inggris Raya, Prancis, dan Cina.

Kelima negara itu secara sah boleh memiliki senjata nuklir untuk menjaga keseimbangan kekuatan dunia. Status kepemilikan senjata nuklir itu ditetapkan dalam Perjanjian Nonproliferasi Nuklir (NPN) PBB. Setiap negara yang akan memproduksi senjata nuklilr, mestinya harus lebih dulu mendapat persetujuan berdasarkan kesepakatan tersebut karena efek merusak senjata nuklir yang amat luar biasa.  

Kedahsyatan dan daya rusak senjata nuklir/atom yang paling dikenang adalah dijatuhkannya bom atom Amerika Serikat di Jepang, masing-masing si little boy di Hiroshima pada 6 Agustus 1945 dan si fat man di Nagasaki pada 9 Agustus 1945. Tak kurang dari 140.000 nyawa melayang seketika di Hiroshima. Sebanyak 80.000 warga juga meregang nyawa di Nagasaki hanya dalam hitungan sesaat.

Beberapa hari setelah itu, ribuan nyawa lagi harus menjadi korban dan mati sia-sia. Ini lantaran radiasi bom atom itu menyebar sedemikian rupa akibat tertiup angin dan kemudian melukai serta membinasakan mereka.

Di luar lima negara di atas, masih ada beberapa negara yang mengaku telah melakukan uji coba nuklir. Negara yang masuk kategori ini, yakni India, Pakistan, dan Korea Utara. Tiga negara ini belum ikut dalam kesepakatan proliferasi nuklir PBB. Meski demikian, mereka tetap berupaya mengembangkan persenjataan nuklir.

Negara lain yang memiliki persenjataan nuklir adalah Israel. Banyak pihak yang menuding negeri zionis ini secara diam-diam telah mengembangkan senjata nuklir. Sejauh ini, Israel sama sekali tak pernah membantah atau membenarkan atas tudingan itu. Ratusan senjata nuklir bahkan dikabarkan tersimpan rapi di gudang senjata Israel.

Kabar pengembangan nuklir di Israel rupanya membuat Iran bersiaga. Mereka juga melakukan pengayaan uranium sehingga PBB pun menuding sebagai upaya memproduksi senjata nuklir di Iran.

Dalam pelbagai kesempatan, banyak pihak yang menduga, senjata nuklir Iran didesain untuk bisa menancapkan moncongnya hingga menusuk bumi Israel. Bisa jadi ini yang membuat Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) melaporkan ke PBB tentang program nuklir Iran. Laporan IAEA agaknya tak membuat langkah Iran surut. Mereka tetap bergeming untuk terus melakukan pengayaan uranium demi kepentingan energi di negaranya.

Iran berpendapat, demi keadilan dan selagi Israel tak dilarang mengembangkan senjata nuklirnya, tak ada alasan untuk menghentikan program serupa di Iran. Dalih bahwa program itu hanya untuk kepentingan penggunaan energi nuklir di Iran, tak banyak yang percaya. Umumnya mereka yakin itu akan merembet hingga ke produksi persenjataan. Ini yang menjadi kekhawatiran Israel dan negara lainnya.

Upaya PBB untuk terus menekan Iran rupanya tak membawa hasil memadai. Negeri para mullah ini berkeras untuk terus menggelindingkan program nuklirnya. Kesepakatan yang dicapai hanya sebatas ketentuan, bahwa pengembangan program nuklir Iran akan senantiasa dalam pengawasan IAEA. Namun, hampir pasti tak semua jejak program nuklir Iran bisa terdeteksi begitu saja oleh IAEA.

Rasa waswas Israel tak juga surut meski IAEA akan ikut memantau program nuklir Iran. Jika kelak perang nuklir memang terjadi, mudah-mudahan tidak, bukan tak mungkin kedua belah pihak yang bersengketa akan luluh lantak oleh dentuman dan gelegar nuklir mereka.

Di tengah kagalauan yang melanda Israel, kabar gembira justru datang dari Arab Saudi. Selama ini Arab Saudi bisa dibilang sebagai seteru abadi Israel. Arab Saudi sama sekali tak pernah punya sejarah hubungan diplomatik dengan Israel.

Bahkan hingga kini, Arab Saudi tak mengakui keberadaan negara yang didirikan oleh keturunan Yahudi. Namun, bisa jadi perseturuan itu bakal segera berakhir, paling tidak untuk beberapa saat. Kedua negara dikabarkan segera bergandengan tangan dengan mesra.  

Ada kesejajaran kepentingan yang memungkinkan kerja sama kedua negara itu terjalin. Petinggi Israel jelas tak akan bisa tidur nyenyak selagi program nuklir Iran tak dihentikan. Karena itu, mereka butuh pihak ketiga yang bisa ‘memusnahkan’ atau menghindari program nuklir Iran.

Adalah Arab Saudi yang memungkinkan untuk menjadi peredam nuklir Iran. Arab Saudi perlu menggandeng Israel karena punya kepentingan untuk menghentikan pengaruh paham Islam Syiah di Timur tengah yang dianut oleh mayoritas penduduk Iran. Karena itu, kedua negara ini terus berupaya agar bahu-membahu untuk memusuhi Iran.

Kepastian kerja sama Israel-Arab Saudi itu dinyatakan Anwar Eshki, pensiunan mayor jenderal Arab Saudi yang kini bertugas di Dewan Hubungan Luar Negeri. Hal itu pun dibenarkan  oleh Dore Gold, mantan duta besar Israel yang dikenal punya hubungan dekat dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

Gold lalu menggambarkan jalinan kerja sama dengan Arab Saudi dalam usaha membendung langkah Iran. Dia menilai, ini baru tahap awal dari kerja sama lebih lanjut dan lebih strategis.

Menurut Gold, kesepakatan awal itu adalah puncak dari lima pertemuan antara wakil kedua negara. "Kami berdua memang sekutu Amerika Serikat," kata Gold. Orang penting Israel ini kabarnya akan segera menduduki jabatan sebagai salah satu direktur jenderal di Kementerian Luar Negeri Israel.

Jika kerja sama ini benar-benar terus terjalin dan memang diarahkan untuk membendung gerak Iran, sungguh aneh rasanya. Bagaimana Arab Saudi bisa leluasa dan sudi bermesraan dengan Israel? Mengapa Arab Saudi lebih takut terhadap Iran dan bukan pada Israel yang selama puluhan tahun mereka dengungkan sebagai musuh dunia Islam?

Saya khawatir ada pihak lain yang ikut berperan dalam pembentukan koalisi baru Israel-Arab Saudi. Pihak lain itulah yang terus menggosok-nggosok dengan berbagai cara yang amat licin agar rasa kebencian di antara mereka kian memuncak.

Bukan tidak mungkin kelak Arab Saudi dan Iran digiring untuk menuju ke medan perang dalam arti nyata. Ini yang harus dicegah. Perang Arab Saudi-Iran (andai terjadi) bukan tak mungkin akan membinasakan dan membumihanguskan lingkungan di Timur Tengah. Hulu ledak dan moncong nuklir Iran tak lagi membanjiri tanah dan negeri biadab Israel, akan tetapi justru bakal menukik dan membombardir wilayah Arab Saudi dan sekitarnya.

Israel bakal gembira karenanya. Wilayah mereka akan terbebas dari ancaman yang menakutkan. Sebaliknya, kawasan Timur Tengah dan negara Islam pada umumnya akan mengalami kerugian  besar akibat hancurnya wilayah dan peradaban mereka. Semoga mereka menyadari dan hal ini tak akan terjadi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement