Jumat 12 Jun 2015 09:45 WIB

Ketua KPU Dilaporkan ke Bareskrim

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat Husni Kamil Manik
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat Husni Kamil Manik

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh Wakil Ketua DPD Golkar Kabupaten Timika Yulianus Nanlohy, Kamis (11/6).

Dalam laporan polisi bernomor LP/721/VI/2015/Bareskrim tertanggal 11 Juni 2015, Husni dilaporkan atas dugaan tindak pidana menempatkan keterangan palsu ke dalam akta otentik serta membuat dan menggunakan surat palsu yang seolah-olah isinya benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 266 KUHP dan atau Pasal 263 KUHP.

Selain Husni, turut dilaporkan juga Ketua KPUD Mimika Yohanes Kemong dan Anggota KPUD Mimika Ambrosius Lamera.

Yulianus memperkarakan soal calon anggota DPRD Kabupaten Mimika yang hingga saat ini belum juga dilantik.

Menurutnya, KPUD Mimika telah menerbitkan lima Surat Keputusan (SK) tentang penetapan anggota DPRD Kabupaten Mimika. Meski demikian, kelima SK tersebut isinya tumpang tindih satu sama lain.

Ia menjelaskan, setelah penerbitan SK 16A yang berisi 36 orang wakil rakyat terpilih sebagai anggota DPRD Kabupaten Mimika, selanjutnya terbit empat SK lainnya yakni SK 17, SK 18, SK 20, dan SK 1A.

Ia menjelaskan ada tujuh parpol yang menentang penerbitan kelima SK tersebut. Pasalnya, nama calon anggota DPRD yang tertera di SK tidak sesuai dengan perolehan suara parpol dalam Pemilu.

"Banyak parpol yang tidak mendukung SK karena tidak sesuai dengan suara yang diperoleh parpol itu sendiri. SK yang satu keluar nama A, SK berikutnya keluar nama B," ujarnya.

Parpol yang tidak mengakui penerbitan kelima tersebut di antaranya Partai Golkar, PDIP, PKS, PPP, Partai Demokrat, dan Partai NasDem.

Yulianus sendiri mengakui pihaknya adalah calon anggota DPRD Kabupaten Mimika dari Partai Golkar. Meski namanya lolos menjadi anggota DPRD, namun berdasarkan SK terakhir yang diterbitkan KPUD Mimika, namanya tidak tercatat.

"Sesuai perhitungan yang riil, kami (Golkar) harusnya mendapat 10 kursi. Nyatanya, berdasarkan SK 10, kami cuma dapat tiga kursi. Itulah permainan KPU. Kami bukan menuntut ingin duduk di DPRD, kami hanya menuntut hak parpol yang sesuai dengan jumlah suara rakyat yang memilih," tegasnya.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement