REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Indonesia Budget Center menilai dana aspirasi DPR sarat dengan kepentingan politis legislator sehingga berpotensi melemahkan fungsi pengawasan DPR RI.
"Dana aspirasi ini juga berpotensi mengabaikan prinsip 'performance budgeting' (anggaran yang berorientasi pada kinerja) dalam pengelolaannya," kata peneliti Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam, Rabu (10/6).
Roy Salam mengemukakan hal itu terkait dengan Badan Anggaran DPR RI, Selasa (9/6), mengajukan dana aspirasi dalam Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016 sebesar Rp20 miliar per anggota atau Rp11,20 triliun untuk 560 anggota.
Selain sarat dengan kepentingan politis anggota DPR RI, kata Roy, dana aspirasi itu belum ada pengaturan yang mendetail mengenai skema operasional pelaksanaan dan pertanggungjawabannya.
Ia mengutarakan dana tersebut berpotensi memunculkan benturan kewenangan dalam pelaksanaan pengelolaan APBN antara pemerintah dan DPR RI.
"Dana aspirasi itu juga berpotensi menjadi sarana bancakan anggaran oleh anggota DPR," katanya.
Atas persoalan tersebut, IBC menyarankan agar DPR sebelum mengajukan dana aspirasi, terlebih dahulu memperjelas pengaturan mengenai transparansi dan akuntabilitas dana tersebut.
Roy memandang perlu badan legislatif itu memperjelas ruang lingkup atau batasan dari segi jumlah dan anggaran serta tolok ukur kinerjanya.