Rabu 10 Jun 2015 01:16 WIB

Pengangkatan Gatot Diharapkan tak Undang Kegaduhan Politik

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Taufik Rachman
Gatot Nurmantyo
Gatot Nurmantyo

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Anggota Komisi I di DPR RI, Tubagus Hasanudin berharap pengajuan nama Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Gatot Nurmantyo sebagai calon tunggal Panglima TNI tak mengundang kegaduhan politik.

Kata dia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pasti sudah menghitung aspek dan risiko politik dari penunjukkan calon pengganti Panglima TNI, Jenderal Moeldoko.

Politikus dari PDI Perjuangan itu pun mengatakan, menghormati keputusan presiden usungan dari partainya itu.  "Karena presidenlah pemiilik hak perogeratif itu," kata Tubagus kepada wartawan, Selasa (9/6). Dia menambahkan, agar penunjukkan Jenderal dari Angkatan Darat (AD) kali ini tak mengundang polemik panjang.

Selama ini, Tubagus adalah salah satu anggota dewan yang menyarankan agar presiden melanjutkan tradisi penunjukkan Panglima TNI dengan cara bergiliran dari tiga matra dalam militer. Sebab, selama lebih dari 31 tahun massa Orde Baru, AD dianggap mendominasi setiap kebijakan tertinggi militer.

Fakta tersebut, diterangkan Tubagus dengan selalu ditunjuknya Panglima TNI dari matra AD. Padahal, kata dia, sejak era reformasi, upaya mengikis dominasi satu matra dalam milier itu sudah dilakukan. Yaitu, dengan dihadirkannya UU TNI 34/2004.

Dalam UU tersebut, dikatakan Tubagus memberikan maksud kesetaraan antar matra dalam penunjukkan Panglima TNI. Yaitu lewat aturan dalam Pasal 13 ayat 4, yang menyatakan, Panglima TNI dapat dijabat secara bergantian oleh perwira tinggi aktif dari tiap-tiap angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan.

Penerapan pasal tersebut pun, sudah dilakukan sejak massa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, sampai dengan Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, tradisi tersebut dianulir Jokowi, yaitu dengan menunjuk Panglima TNI dari AD kembali.

Akan tetapi, keputusan presiden itu, tidak salah. Sebab, aturan soal penunjukkan Panglima TNI itu pun tak mengikat ketat. Terutama soal kata 'bergantian' dalam Pasal 13 ayat 4 itu.

Sebab, menurut tafsirnya, kata tersebut, tak memerintahkan estafet kepemimpinan TNI harus berurut-urutan dari AD untuk diganti dengan Angkatan Udara (AU), seterusnya Angkatan Laut (AL).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement