Jumat 05 Jun 2015 21:49 WIB

Terkait Golkar, JK Dianggap tak Tuntaskan Perannya sebagai Mediator

Rep: C23/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Mantan ketua umum Golkar Jusuf Kalla mendamaikan Agung Laksono dan Aburizal Bakrie.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Mantan ketua umum Golkar Jusuf Kalla mendamaikan Agung Laksono dan Aburizal Bakrie.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menilai Jusuf Kalla (JK), yang menjadi mediator antara Agung Laksono dengan Aburizal Bakrie (Ical) terkait kepengurusan Partai Golkar, belum penuh menyelesaikan tugasnya. Terutama menyangkut poin keempat dalam kesepakatan tersebut yang menerangkan soal Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang akan memilih pihak mana yang layak menandatangani kepengurusan.

"Seharusnya Pak JK bisa menuntaskan perannya sebagai mediator. Jangan beri pekerjaan rumah, karena kedua belah pihak itu seperti air dan api yang sulit bersatu," tutur Siti pada Republika, Jumat (5/6). Jika dituntaskan, tambahnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga akan senang karena tidak berada dalam posisi dilematis karena harus memilih salah satu kubu Golkar pada Pilkada.

Dan terkait diselenggarkannya Musyawarah Daerah (Musda) oleh Agung Laksono di Bali, Siti menilai tindakan tersebut merupakan salah satu dampak dari tidak tuntasnya kesepakatan islah yang ditengahi JK.  "Masing-masing pihak pasti ingin dulu-duluan," ucapnya.

Sebelumnya, kepengurusan Golkar versi munas Ancol, mengancam akan membatalkan kesepakatan islah terbatas. Ketua DPP Golkar kubu Agung, Leo Nababan menyampaikan kubunya akan menarik diri dari semua kesepakatan islah terbatas jika Ical menolak untuk memberikan kewenangan kepada Agung Laksono sebagai penandatangan pencalonan kepala daerah usungan Golkar dalam Pilkada 2015.

Namun, Ketua Umum Golkar hasil Munas Bali Aburizal Bakrie mengatakan tak masalah jika kubu Agung Laksono membatalkan kesepakatan bersama perdamaian sementara dua kubu yang tengah berkonflik. Ical menegaskan tanpa kesepakatan pun, sejatinya kepengurusan Golkar yang sah tetap mengacu pada keputusan pengadilan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement