REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Perusahaan konglomerat pulp and paper Asia Pacific Resources International Ltd (APRIL) diminta memperhatikan hak masyarakat adat dalam mengimplementasikan moratorium deforestasi.
“Kami meminta APRIL untuk selalu menghargai hak tenurial masyarakat adat,” kata Forest Commodity Market Transformation Leader, World Wildlife Fund (WWF) Indonesia Aditya Bayunanda sebagaimana rilis pada Kamis (4/6).
Sebagai bagian dari Stakeholder Advisory Committee (SAC), WWF menekankan agar perusahaan secara serius berupaya menyelesaikan konflik sosial di masyarakat.
WWF akan terus bekerjasama dengan anggota lainnya yang terdiri dari para pakar dan kelompok masyarakat sipil, mendukung dan memberi masukan kepada APRIL. Maka, APRIL menambah perwakilan kelompok masyarakat sipil di dalam keanggotaan SAC dan melakukan kajian independen terhadap kemajuan implementasi SFMP 2.0.
“WWF akan terus bekerja bersama organisasi masyarakat sipil lainnya untuk memantau dan menilai konsistensi APRIL terhadap komitmen baru ini,” tambah Bayunanda.
Selain WWF, Organisasi Greenpeace juga menjadi anggota SAC yang terlibat mengawal implementasi kebijakan Moratorium Deforestasi APRIL. Seperti diketahui, anggota SAC terdiri dari Budi Wardhana (WWF Indonesia), Peter White (WBCSD), Jeff Sayer (James Cook University), Al Azhar (Lembaga Adat Melayu Riau) dan Chairman Joe Lawson.
Atas diumumkannya Moratorium Deforestasi APRIL, pemerintah melalui Direktur Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) IB Putera Parthama sangat menyambut baik.
“Pemerintah secara adil akan mendukung langkah-langkah yang diambil dengan tetap mengawasi implementasinya," kata Putera.
Pemerintah pun akan mendorong perusahaan lain agar mengikuti jejak APRIL grup. Hal tersebut disebabkan produk ramah lingkungan kini telah menjadi tuntutan masyarakat global.