REPUBLIKA.CO.ID, SOREANG -- Menurunnya tingkat produksi dari industri tekstil di Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung, dianggap telah mengurangi jumlah perekrutan tenaga kerja di perusahaan tekstil di Majalaya. Akibatnya, jumlah pengangguran di Kecamatan Majalaya pun meningkat.
Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bandung, Rukmana, menuturkan, perekrutan tenaga kerja di industri tekstil Majalaya tidak seleluasa pada tahun-tahun sebelumnya ketika industri tersebut berada di puncak kejayaan.
"Mungkin industri tekstil di sana produksinya lagi menurun sehingga perekrutan tenaga kerjanya tidak leluasa seperti sebelumnya," tutur Rukmana, Rabu (3/6).
Warga asli Kecamatan Majalaya pun menjadi korban hingga akhirnya menjadi pengangguran akibat kondisi tersebut. Padahal, berdasarkan Perda nomor 3 tahun 2013 tentang penyelenggaraan ketenagakerjaan, perusahaan di Majalaya, harus mengutamakan warga lokal terlebih dahulu.
Namun, Rukmana menjelaskan, ada beberapa hal perusahaan tidak merekrut warga lokal Majalaya. Pertama, karena memang warganya tidak berminat. Apalagi, menurut dia, jarang ada warga yang ingin bekerja di bagian operator. "Ini mungkin saja kurang diminati oleh pemuda di Majalaya," tutur dia.
Rukmana memang tidak memiliki data pasti terkait jumlah pemuda yang belum mendapatkan pekerjaan. Meski begitu, ia yakin, pada prinsipnya perusahaan di Majalaya sudah mengikuti aturan yang dikeluarkan, yakni Peraturan Daerah nomor 3 tahun 2013 tentang penyelenggaraan ketenagakerjaan.
Kedua, kebutuhan perusahaan terhadap kualifikasi yang diminta itu memang tidak ada. Dalam kondisi ini, jika memang pelamar yang berstatus warga Majalaya tidak memenuhi kualifikasi dan kriteria, maka perusahaan bisa memilih tenaga kerja dari luar Majalaya.
"Kalau misalnya kualifikasinya tidak memenuhi syarat, ya baru bisa memilih di luar dari tenaga kerja lokal yang ada di daerah tersebut," ujar dia.
Sementara itu, Camat Majalaya, Yosep Nugraha, mengungkapkan, banyaknya pemuda yang menganggur di Majalaya karena ada kemungkinan pemuda di Majalaya tidak memiliki kompetensi untuk masuk ke perusahaan tekstil.
Selain itu, adanya aturan yang mengharuskan perusahaan untuk mengutamakan warga lokal, itu bukan berarti seluruh pemuda di daerah tersebut bisa dipekerjakan. "Mungkin sistemnya tidak berjalan," kata dia.