REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menegaskan revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) bukan hal tabu untuk dilakukan.
Ketua PKS Jazuli Juwaini mengatakan oleh karena itu, semua pihak seharusnya tidak berlebihan menanggapi soal revisi ini kalau memang ada hal yang perlu diperbaiki dan direvisi. Terlebih menjelang pelaksanaan Pilkada tanggal 9 Desember 2015 nanti, masih ada beberapa hal yang perlu diperbaiki.
Ia melanjutkan, pada kenyataannya saat ini masih ada 2 partai politik yang sedang berkonflik. Padahal, Pilkada adalah gelaran demokrasi yang dilaksanakan dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat.
Untuk itu, pelaksanaan pilkada juga arus demokrasi sejak persiapannya. Kalau kondisinya seperti saat ini, 2 parpol yang berkonflik terancam tidak akan mengikuti Pilkada.
"Jadi, tidak boleh ada yang tercecer dalam proses demokrasi di Pilkada ini," katanya di kompleks parlemen senayan, Rabu (3/6).
Jazuli mengatakan, selain ada dua Parpol yang masih bersengketa, juga perlu disoroti soal anggaran Pilkada yang akan digunakan akhir tahun ini. Tahun ini, pelaksanaan Pilkada serentak anggarannya dibebankan pada daerah.
Beban anggaran di daerah ini, menurut Jazuli masih ada yang belum sepenuhnya sepakat. Sebab, ada beban katakutan akan disalahkan dengan anggaran ini. Revisi UU Pilkada ini, imbuh dia, juga untuk memerkuat dasar hukum anggaran APBD untuk pilkada.
"Jadi, untuk menambah konsekuensi hukum, jadi direvisi saja untuk anggaran pilkada ini," ujarnya.
Bahkan, DPR RI juga sudah meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk melakukan audit khusus ke KPU soal kesiapan Pilkada ini.
Meskipun, dalam BPK sudah memiliki laporan periodik audit terhadap semua lembaga yang menggunakan uang negara. Namun dalam audit khusus ke KPU ini, audit lebih dikhususkan pada kesiapan KPU menyelenggarakan Pilkada serentak.