REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nusa Tenggara Barat Syaiful Muslim menilai pengembangan wisata syariah di wilayhnya berjalan lamban. Hal itu disebabkan, banyak pelaku hotel takut kehilangan pasar.
“Dengan adanya wisata syariah, mungkin pelaku hotel ada semacam ketakutan akan kehilangan pasar,” ujarnya kepada wartawan di Kota Mataram seusai Seminar Wisata Syariah di NTB, Rabu (3/6).
Menurutnya, pemahaman wisata syariah di kalangan pelaku wisata yang masih berbeda harus disamakan. Sehingga, keberadaaan acara seminar wisata syariah diharapkan mendorong persepsi yang sama di kalangan pelaku wisata tentang wisata syariah.
Ia menuturkan, yang dimaksud wisata syariah secara teknis bukan memperlihatkan kalimat syariah di setiap usaha yang ada. Namun, ketika wisatawan tengah berada di gunung, pantai maupun hotel, ketersediaan semisal mushala, air dan mukena itu ada.
Syaiful mengatakan termasuk saat wisatawan menginginkan makanan yang halal maka sudah tersedia di hotel maupun pada destinasi wisata. “Kita sudah melakukan sosialisasi selama tiga tahun tapi penerapannya masih berjalan lamban,” ungkapnya.
Menurutnya, strategi wisata syariah di NTB diantaranya makanan yang halal agar bisa berjalan adalah pada tahun pertama bisa hanya sebatas himbauan. Namun kemudian pada tahun-tahun berikutnya harus diwajibkan sebab sudah ada aturannya. “Saat ini baru 10 hotel yang melakukan sertifikasi halal,” katanya.