Rabu 03 Jun 2015 14:08 WIB

'Revisi Pilkada Jangan Buat KPU Dilematis'

Rep: Agus Raharjo/ Red: Angga Indrawan
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro (kiri)
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro (kiri)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Inisiator revisi Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) sudah menyerahkan usulan revisi pada pimpinan DPR RI. Namun, hingga kini, usulan revisi belum ditindaklanjuti di Badan Legislatif (Baleg) maupun rapat paripurna.

Bahkan, DPR RI juga sudah meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit kesiapan KPU terhadap pelaksanaan pilkada serentak akhir tahun ini. Namun, revisi UU pilkada ini dinilai tidak mudah untuk lolos di DPR. Sebab, sebagian fraksi DPR juga tidak menyetujui usulan revisi UU Pilkada. 

Peneliti politik LIPI, Siti Zuhro mengatakan, revisi UU pilkada seharusnya digunakan untuk melakukan revisi pada pasal yang boleh diubah. Misalnya di tanggal pelaksanaan 9 Desember 2015. Sebab, seolah-olah tanggal pelaksanaan ini mutlak tidak boleh diubah. Padahal, muara dari pelaksanaan pilkada serentak ini adalah suksesnya otonomisasi daerah. 

Menurut Zuhro, jangan sampai revisi UU pilkada dilakukan karena KPU tidak mengadopsi rekomendasi komisi II beberapa waktu lalu. Jadi, sebenarnya bukan persoalan revisi UU Pilkada atau tidak, tapi lebih pada apakah KPU, Pemerintah, dan partai politik sudah siap untuk menggelar pilkada serentak.

“Kalau hari gini kita merevisi UU Pilkada, kita akan meletakkan KPU dalam posisi dilematis,” kata Zuhro di kompleks parlemen Senayan, Rabu (3/6).

Zuhro mengakui, UU Pilkada dinilai sangat seksi sehingga jadi rebutan untuk dilakukan revisi. Menurutnya, dalam UU Pilkada ini harusnya ada pasal-pasal yang tidak perlu diubah karena berhubungan dengan kepentingan nasional. Sebab, kalau diubah-ubah implikasinya justru sangat serius.

Namun, kata dia, jangan sampai pelaksanaan pilkada juga dilakukan tanpa mengedepankan kontestasi yang beradab. Faktanya, saat ini masih ada dua partai politik yang masih bergolak dan belum siap untuk mengikuti pilkada. 

“Indonesia harus cerdas dan jernih berpikir tidak menutup mata untuk kontestasi yang beradab,” kata dia. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement