Selasa 02 Jun 2015 16:52 WIB

Industri Tekstil Majalaya tidak Serap Tenaga Kerja Lokal

Rep: c 12/ Red: Indah Wulandari
Pengangguran (ilustrasi)
Pengangguran (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,MAJALAYA -- Sejumlah warga di Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung, masih banyak yang menganggur meski di sana terdapat banyak industri tekstil yang berdiri.

Salah seorang pemuda asal Desa Padaulun, Kecamatan Majalaya, Sandi Nugraha, mengaku sulit untuk bekerja di perusahaan yang berdiri di Majalaya. Padahal, ia lulusan Sekolah Teknik Menengah (STM) Karya Pembangunan di Padalarang, Bandung Barat.

"Kalau enggak orang dalam, sulit buat kerja di sini (perusahaan di Majalaya)," ujar Sandi, Selasa (2/6).

Sejak lulus sekolah pada 2012 lalu, Sandi sudah mengirimkan berkas lamaran pekerjaan ke seluruh perusahaan di Majalaya. Namun, hasilnya nihil. Tidak ada satupun perusahaan yang memanggilnya untuk wawancara. "Ngirimin sih sudah, ke semua yang di sini," kata dia.

Karena tidak ada panggilan, sejak 2012 itulah Sandi berdagang mi bakso di pinggir jalan Raya Laswi. Bahkan, lanjut dia, masih banyak kawan-kawannya yang bernasib sama dengan dirinya.

Menurut dia, perusahaan setempat tidak memprioritaskan warga asli Majalaya untuk bisa bekerja di dalamnya. Di Majalaya, lanjut dia, justru kebanyakan para pekerjanya diambil dari luar Majalaya, terutama dari daerah Jawa.

"Pelatihan atau bimbingan untuk warga sini juga enggak ada," ujar dia.

Padahal, pelatihan tersebut bisa berguna meningkatkan kemampuan dan keterampilan tiap warga. Dengan begitu, warga Majalaya pun bisa bekerja dengan kompetensi yang dimiliki.

Menurut dia, selain butuh orang dalam untuk bisa bekerja di satu perusahaan di Majalaya, juga dibutuhkan uang agar bisa bekerja di situ. Besaran uangnya pun beragam, tergantung perusahaan. Ada yang Rp 1,5 juta, ada pula yang sampai Rp 2,5 juta.

Mirisnya, kata dia, beberapa karyawan yang sudah masuk bekerja itu cuma dikontrak selama tiga bulan. Setelah itu, selesai. Padahal, lanjut dia, untuk masuk ke perusahaan pun, itu sudah harus menggelontorkan biaya. "Sedangkan dikontraknya kadang cuma tiga bulan," ujar dia.

Bagi dia, lulusan SMA atau sederajat tidak menjamin warga Majalaya bisa bekerja di perusahaan di kecamatan yang terkenal dengan industri tekstil itu.

Sementara itu, warga setempat yang lain, Adeana, pun menyatakan hal yang sama. Padahal, beberapa warga sudah sering kali meminta bantuan kepada Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) agar masyarakat Majalaya diprioritaskan untuk bekerja di tempat kelahirannya sendiri.

"Makanya sekarang warga di sini malah pergi ke luar Majalaya karena di sini enggak dapat pekerjaan," kata dia.

Nasib para pemuda di Majalaya, kata dia, memang sudah memprihatinkan. Menurut dia, seharusnya perusahaan mengutamakan warga setempat ketimbang warga lain. Apalagi, di Majalaya, pun banyak lulusan SMA-nya.

Adeana menambahkan, jika memang yang dibutuhkan perusahaan minimal lulusan SMA, seharusnya mereka merekrut lulusan yang merupakan warga Majalaya. "Yang nganggur di sini itu banyak yang lulusan SMA," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement