REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketegangan di kawasan Laut Cina Selatan kembali meningkat. Usai sengketa yang melibatkan sejumlah negara ASEAN dengan Cina terkait sengketa wilayah, Amerika Serikat (AS) juga sempat meminta Cina untuk menghentikan proyek reklamasi di sejumlah kawasan Laut Cina Selatan.
Sebelumnya, Cina melakukan pembangunan reklamasi di sejumlah wilayah di Laut Cina Selatan yang tengah disengketakan dengan sejumlah negara ASEAN, termasuk Filipina, Malaysia, Vietnam, dan Brunei Darussalam. Tidak hanya itu, Cina juga membangun reklamasi dan pulau buatan di Kepulauan Spratly.
Pun dengan sengketa terhadap kepulauan Nansha. Atas reklamasi ini, AS tidak tinggal diam. Negara adidaya itu sempat melakuk patroli udara di kawasan yang disengketakan tersebut. Cina pun meminta pesawat itu untuk meninggalkan kawasan tersebut.
Indonesia akhirnya mengeluarkan sikap atas sengketa yang terjadi di kawasan tersebut. Sebagai negara terbesar di kawasan ASEAN, Indonesia berharap kawasan Laut Cina Selatan tidak dijadikan zona perang secara terbuka.
''Untuk negara-negara yang konflik disana, jangan sampai menggunakan senjata lah. Jangan jadikan kawasan itu sebagai zona perang terbuka,'' kata Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu, kepada wartawan di Kantor Kemenhan, Selasa (2/6).
Lebih lanjut, Menhan mengaku, telah melakukan pembicaraan dengan sejumlah Menteri Pertahanan asal Negara ASEAN, Selain itu, Ryamizard juga mengkau sudah melakun pertemuan dengan Menteri Pertahanan Cina. Pembicaraan ini dilakukan untuk membahas iniasi adanya patroli perdamaian di Laut Cina Selatan.
Usulan patroli perdamian di Laut Cina Selatan ini juga sudah dibicarakan Ryamizard saat dia melakukan kunjungan kerja ke Amerika Serikat dan bertemu Menteri Pertahanan AS. Rencananya, patroli perdamaian ini akan menyertakan semua negara yang tengah bersengketa, termasuk Cina.
''Kami ingin di kawasan ASEAN ini tidak ada konflik bersenjata. Ini komitmen kami bersama,'' ujarnya.
Ryamizard pun menyebut, patroli bersama yang dilakukan di suatu kawasan seperti pengamanan Selat Malaka jadi contoh nyata keberhasilan patroli bersama tersebut. Kerjasama yang terjalin antara negara-negara yang berkepentingan, seperti Malaysia, Singapura, Indonesia, dan Thailand terbukti mampu membuat wilayah laut yang menyokong 80 persen arus perdagangan dunia itu bisa bebas dari perompakan.
''Selain operasi pengamanan dari perompak, kami juga meminta adanya penanganan khusus jika ada tumpahan minyak,'' katanya.