REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menegaskan bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan bukanlah solusi dari masalah melambatnya ekonomi. Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, saat ini para buruh yang bekerja di enam sektor usaha telah mengalami pengurangan jam kerja, bahkan, kata dia, mereka juga menghadapi ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Padahal, PHK itu bukan solusi dan jalan keluar dari masalah melambatnya ekonomi,” katanya kepada Republika, Ahad (31/5).
Menurutnya, pemerintah seharusnya segera mengambil tiga tindakan untuk mengatasi persoalan ekonomi yang melambat. Pertama, pemerintah harus membuat regulasi yang meningkatkan daya beli masyarakat. Caranya dengan menetapkan kebijakan upah layak.
“Dengan tingkat upah yang dijaga supaya masyarakat punya daya beli. Sehingga, masyarakat bisa membeli produk-produk yang dijual enam sektor usaha itu,” ujarnya.
Kedua, pembebasan atau setidaknya menurunkan pajak yang dibebankan ke produsen, terutama yang impor bahan baku. Ia mencontohkan pajak yang diusulkan dikurangi seperti pajak penjualan, hingga bea masuk.
Ketiga, kata dia, segera melaksanakan program jaminan pensiun Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dan membenahi program jaminan kesehatan nasional (JKN) BPJS Kesehatan. “Dengan adanya program itu maka iuran dana terkumpul yang menjadi jaring pengaman tenaga kerja. Ketika terjadi PHK maka para buruh telah dilindungi dua program itu,” ujarnya.
Sebelumnya, ada enam sektor usaha yang terpaksa harus merumahkan karyawannya. Mereka adalah industri tekstil, alas kaki, perusahaan pertambangan, jasa minyak dan gas, perusahaan semen serta otomotif.
Data Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) menyebutkan, sejak Januari 2015, industri sepatu Indonesia telah melakukan PHK secara bertahap terhadap 11.000 pekerja. Di sektor pertambangan yang mengalami bisnis minus 2,32 persen di kuartal I 2015 telah melakukan PHK terhadap ratusan ribu pekerja.
Khusus di sektor batubara, Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) mengatakan jumlah pekerja di sektor tambang ini sudah berkurang setengah dari total karyawan sekitar 1 juta orang.