REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam paparan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di DPR pekan lalu, terdapat temuan ketidakpatuhan KPU pada ketentuan perundangan. Kerugian negara dilaporkan mencapai Rp 334 miliar.
Namun, KPU membantah ini adalah kerugian negara. Ketua KPU, Husni Kamil Manik menegaskan, hal itu bukan kerugian negara. Melainkan hanya anggaran yang yang belum bisa dipertanggungjawabkan.
Menurutnya, KPU sudah mengambil langkah-langkah untuk mengatasi hal itu. Yaitu dengan menerjunkan inspektorat untuk meminta pertanggungjawaban di daerah-daerah. Saat ini, bahkan angka yang belum bisa dipertanggungjawabkan sudah tersisa Rp 100 miliar.
“Bukan kerugian negara ya, anggaran yang belum bisa dipertanggungjawabkan,” kata Husni di Jakarta, Sabtu (30/5) kemarin.
Husni menambahkan, KPU berencana untuk mengumpulkan seluruh KPU provinsi dan kabupaten/ kota untuk menyelesaikan temuan audit BPK ini. Menurutnya, temuan BPK ini adalah persoalan berkas yang belum lengkap. Sebab, kalau temuan itu mengenai honor, maka seluruh honor sudah disampaikan. Namun, belum semua berkas diberikan oleh KPU daerah.
Adanya 14 item temuan BPK soal inikasi kerugian negara, menurut Husni, akan menjadi bahan yang dievaluasi oleh KPU. Saat ini proses penyelesaian dari laporan keuangan masih diproses di sekretariat KPU.
Jika memang ada faktor kesengajaan dari pelanggaran hasil temuan BPK, maka pasti ada sanksi. Bahkan, sanksi dapat juga berupa pidana sebagai bentuk penegakan hukum.
“Tindakannya bisa pidana kalau itu masuk unsur pidana,” tegas Husni.