Ahad 31 May 2015 16:57 WIB

Lembaga Adat vs Era Globalisasi

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Ilham
Kampung Sasak Desa Sade, Lombo.
Foto: Republika/Andi Nur Aminah
Kampung Sasak Desa Sade, Lombo.

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Ketua Harian Majelis Adat Sasak, Lalu Bayu Winda mengaku kondisi kebudayaan Sasak di Nusa Tenggara Barat melapuk di tengah fenomena globalisasi. Hal tersebut terjadi hampir di seluruh suku bangsa Indonesia. Oleh karena itu, peran lembaga adat harus ada untuk menguatkan kebudayaan yang ada.

“Kondisi kebudayaan adat melapuk. Belum tenggelam dan belum terkubur sehingga masih bisa dikuatkan. Di situ peran lembaga adat untuk bisa menguatkan,” ujarnya kepada Republika di Kota Mataram, Ahad (31/5).

Menurutnya, ditengah era globalisasi, keberadaan lembaga adat khususnya Majelis Adat Sasak mutlak untuk dibangun sebagai proses mencari jati diri. Dengan itu, maka diharapkan masyarakat bisa mengetahui keunikan budaya yang berbeda.

Ia menuturkan, ketika masyarakat sudah mulai jauh meninggalkan kebudayaan adatnya. Maka, dirinya akan sadar merasa kehilangan dan akan merindukan identitas serta jati diri. “Kita tidak yang lebih maju, tapi tidak ketinggalan pula. Artinya masih cukup terpelihara,” katanya.

Sosok yang akrab disapa Mi Bayu mengklaim banyak yang merindukan kebudayaan-kebudayaan adat. Sehingga, Majelis Adat Sasak menyediakan tempat bagi masyarakat yang ingin kembali mengenal kebudayaannya.

Menurutnya, Majelis Adat Sasak menjadi rumah besar bagi kembalinya orang-orang Sasak. Sebab, masyarakat banyak yang merindukan kebudayaan-kebudayaannya masing-masing.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement