REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Ferry Mursyidan Baldan mengatakan saat ini masih banyak tanah wakaf yang belum bersertifikat. Hal ini menjadi persoalan bagi kementeriannya yang harus segera diselesaikan.
Ferry Mursyidan Baldan mengungkapkan hal tersebut pada Penutupan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional dan Pembukaan Musyawarah Nasional Keluarga Alumni Perguruan Tinggi (Kapti) Agraria ke V di Yogyakarta, Jumat (29/5) malam.
"Sebetulnya pemilik sudah iklas mewakafkan tanahnya untuk masjid. Namun karena tidak teradministrasi dengan baik, ahli waris sering meminta kembali tanah tersebut. Hal ini bisa mengancam terhentinya amal jariyah yang mewakafkan," katanya.
Ia melanjutkan, untuk menjaga agar amal jariyah pewakaf, pihaknya telah berkoordinasi dengan Kementerian Agama dan Dewan Masjid Indonesia (DMI). Bahkan pihaknya sudah menandatangani naskah kerjasama untuk menangani kasus tanah wakaf.
"Tujuannya, mempercepat sertifikasi tanah wakaf," ucapnya.
Langkah yang hendak ditempuh, kata Ferry, pihaknya akan mengkonfirmasi kepada Dewan Masjid Indonesia (DMI) berapa jumlah masjid yang belum disertifikasi. "Katagori masjid itu luas, termasuk di dalamnya ada mushola dan langgar," jelasnya.
Menurutnya, proses sertifikasi tanah wakaf juga bertujuan untuk mencegah adanya perebutan atau sengketa tanah oleh ahli waris. "Sertifikasi tanah wakaf ini menyelesaikan satu problema sengketa tanah yang memperebutkan rumah ibadah. Hampit semua rumah ibadah dan pesantren tanah wakaf," ujarnya.
Ferry menambahkan, program ini tifak hanya diterapkan pada masjid, tetapi juga tempat-tempat ibadah lainnya. Sehingga hal ini bis menciptakan kerukunan beragama.
"Ketika sebuah kawasan pemukiman dirancang untuk membangun tempat ibadah, masjid, vihara, dan gereja telah dipersiapkan tidak secara tiba-tiba sehingga tidak ada penolakan warga. Ini untuk membangun kerukunan," tandasnya.