Rabu 27 May 2015 13:57 WIB

Hanura Serahkan Kasus Gelar Palsu Frans ke MKD DPR

Rep: Agus Raharjo/ Red: Ilham
 Ketua Umum Partai Hanura Wiranto (tengah) didampingi Ketua Badan Pemenangan Pemilu Hanura, Hary Tanoesoedibjo (kiri) dan Sekjen Partai Hanura, Dossy Iskandar (kedua kanan) memberikan keterangan pers usai membuka Rapimnas Partai Hanura di Jakarta, Selasa (
Ketua Umum Partai Hanura Wiranto (tengah) didampingi Ketua Badan Pemenangan Pemilu Hanura, Hary Tanoesoedibjo (kiri) dan Sekjen Partai Hanura, Dossy Iskandar (kedua kanan) memberikan keterangan pers usai membuka Rapimnas Partai Hanura di Jakarta, Selasa (

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi Hanura menyerahkan kasus yang menimpa salah satu anggotanya, Frans Agung Mula Putra yang didugaan memakai gelar palsu pada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR. Meski begitu, Hanura akan meminta klarifikasi pada Frans.

“Karena sudah masuk MKD, maka kita beri kesempatan membela diri,” kata Ketua Fraksi Hanura, Dossy Iskandar di kompleks parlemen, Rabu (27/5).

Menurut Dossy, Frans diketahui sedang menempuh pendidikan untuk mendapat gelar doktor dari salah satu universitas. Namun, apakah pendidikan yang ditempuh Frans sudah selesai atau belum, Hanura tidak mengetahuinya.

Anggota komisi III DPR ini menambahkan, Frans tidak pernah menggunakan gelar doktor seperti yang dituduhkan kepadanya. Namun, mencuatnya kasus penggunaan gelar palsu dan ijazah palsu membuat Ketua Fraksi Hanura ini akan mulai memeriksa keabsahan ijazah dari seluruh kadernya.

Menurut dia, sebagai anggota DPR titel atau gelar pendidikan tidak terlalu penting. Namun, itu dapat menggambarkan disiplin keilmuan yang dikuasai oleh pemilik titel. "Pasti kita akan tanya seluruh anggota soal gelar dan ijazah ini," kata dia.

Frans dijadwalkan menghadiri sidang perdana MKD pada Kamis (28/5). Dia dilaporkan ke MKD oleh mantan Staff Administrasinya, Denti Noviany Sari. Denti melaporkan Frans atas perlakuan sewenang-wenang, yaitu memberhentikan Denti sebagai staf administrasi tanpa alasan jelas.

Selain itu, Denti juga melaporkan dugaan penggunaan gelar palsu Doktor dari Universitas Satyagama. "Padahal yang bersangkutan belum menyelesaikan studinya," kata Denti.

Penggunaan gelar palsu ini melanggar Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang pendidikan Tinggi dengan hukuman pidana paling lama 10 tahun kurungan. Selain itu, dia juga melanggar pasa 28 ayat (7) yang berbunyi “Perseorangan yang tanpa hak dilarang menggunakan gelar akademik, gelar vokasi, dan/atau gelar profesi.”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement