REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia selama ini telah menangani permasalahan pencari suaka dan pengungsi dari 40 negara yang mencapai 12 ribu jiwa.
Penanganan para pencari suaka ini pun menjadi permasalahan tersendiri bagi pemerintah daerah setempat yang menjadi lokasi transit para pengungsi.
Direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata (KIPS) Kementerian Luar Negeri, Andy Rachmianto mengatakan selama ini pemerintah telah menyusun rancangan penanganan pencari suaka dan pengungsi berupa peraturan presiden (Perpres).
"Sebetulnya Perpres itu sudah kita siapkan mungkin kira-kira lebih dari dua tahun seingat saya," ujarnya, Jumat (22/5).
"Karena intinya perpres ini sebenarnya dibuat untuk mengatasi tadi yang saya sampaikan 12 ribu imigran, pengungsi, pencari suaka, dari lebih dari 40 negara, seperti Pakistan, Myanmar, Somalia, yang sudah ada di Indonesia selama belasan tahun," jelasnya.
Andi menjelaskan, Perpres ini disusun guna menyelesaikan proses penanganan para pencari suaka maupun pengungsi yang akan ditempatkan di negara ketiga. Selain itu, Perpres ini juga mengatur terkait proses repatriasi.
"Jadi proses untuk mengatasi itu tentunya harus disiapkan peraturan, dasar hukum," katanya.
Para imigran ini masuk ke berbagai wilayah di Indonesia seperti Cilacap, Pangandaran, Kupang, dan Makassar. Andy mengatakan, pemerintah daerah setempat pun menghadapi kesulitan dalam menangani mereka.
Sebab, pemerintah daerah memiliki anggaran dan sumber daya manusia (SDM) yang terbatas. Menurutnya, pemerintah daerah pun sering kali mengeluhkan kondisi ini kepada pemerintah pusat.
"Kalau Perpres ini nanti sudah bisa difinalisasi, diundangkan, semua lembaga terkait di pusat pemda-pemda itu bisa ngajuin," ucapnya.
Nantinya, anggaran penanganan para pengungsi dan pencari suaka ini tak hanya dibebankan pada APBN, namun juga dalam APBD.
"Jadi misalnya sekarang Kabupaten Lhoksumawe kalau sudah ada perpres nanti mengajukan saja ke DPRD untuk minta APBD yang khusus alokasikan mengatasi masalah-masalah semacam ini. Itu prinsip perpresnya," jelasnya lagi.
Ia menambahkan, Perpres yang telah dipersiapkan selama dua tahun ini pun sudah diajukan ke Kementerian Hukum dan HAM.
Andi berharap dengan adanya kasus warga Rohingya dan Bangladesh yang mendarat di wilayah Indonesia, perpres ini pun dapat segera diterbitkan.
"Semoga ini moment yang terjadi sekarang bisa mempercepat prosesnya. Ini mungkin sekarang sudah lebih timely agar segera diselesaikan," tandasnya.