Sabtu 23 May 2015 05:30 WIB

Rohingya dan Kompetisi Kemanusiaan Antarnegara (2)

Para perempuan pengungsi Muslim Rohingya.
Foto: Reuters
Para perempuan pengungsi Muslim Rohingya.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ahyudin (President ACT Foundation)

Nampaknya ASEAN tak 'dingin' lagi terhadap kematian dan kemalangan Muslim Rohingya. ‎Negara-negara ASEAN tak mau mendegradasi derajad kemanusiaannya dengan menutup mata kejahatan kemanusiaan Myanmar, meskipun tahapannya baru sebatas 'menyelamatkan' yang telanjur berlarian meninggalkan Myanmar. Sebegitupun, lumayan daripada membiarkan pencari suaka itu menemui ajal di lautan. Namun begitu, Indonesia, suara pembelaan masih nyaring di akar rumput, aliansi-aliansi masyarakat sipil di seluruh Indonesia untuk Rohingya. Sangat berisiko bagi sebuah pemerintahan, tatkala akal sehat rakyat bahkan dunia memilih melakukan penyelamatan, kekuasaan formal memilih jalan berbeda.

Tak elok pemerintah melawan masyarakat sipilnya sendiri. Tidak hanya di aras “kemanusiaan” yang begitu universal. Ada aras “keislaman” yang wajib diperhitungkan. Islam melintasi batas bangsa, bahkan batas diplomatik. Tidak boleh ada pembiaran, penghinaan, penyiksaan apalagi pembunuhan satu jiwa pun atas diri manusia, terlebih karena dia muslim, yang boleh dibiarkan tanpa ditindak dan dihentikan. Myanmar melakukannya terhadap beribu bahkan berjuta jiwa Muslim. Maka ketika pemerintah Indonesia blunder kemanusiaannya berganda: sudahlah mendiamkan Myanmar dengan kejahatan kemanusiaannya, kini juga tidak  ada greget menolong Muslim Rohingya.

Fakta kuatnya persaudaraan kemanusiaan ini tidak boleh membuat petinggi Indonesia malu hati untuk merevisi sikap longgarnya terhadap Myanmar, dan sikap tanggungnya dalam menyelamatkan Muslim Rohingya. Masyarakat sipil dunia, masyarakat Muslim sejagat, pasti mendukung kesungguhan pemerintah Indonesia untuk memulihkan hak-hak Muslim Rohingya yang pernah punya Negara berdaulat bernama Arakan. Dunia tulus mendukung kebaikan hati negara dan bangsa-bangsa ASEAN demi nyawa berjuta Muslim Rohingya. Sebagaimana dunia juga akan tulus membela mati-matian Muslim Rohingya andai pemerintah Indonesia tidak cukup serius menyelamatkannya. Krisis kemanusiaan yang dirasakan Muslim Rohingya, tanpa kesungguhan menyelamatkannya, berpotensi memicu krisis kemanusiaan lanjutan. Dunia Islam, dunia orang beradab, tidak akan menoleransi lagi pembiaran kematian masif Muslim Rohingya. Indonesia seharusnya bijak bersikap di tengah kompetisi kemanusiaan global ini.

Ada batas rasa takut, sebagaimana batas ketidakadilan. Di puncak ketakutannya orang menjadi berani, karena pengecut dan pemberani sama-sama menjemput kematian. Puncak ketidakadilan adalah kehancuran, baik karena keletihan melakoni perlawanan nurani maupun karena bersatunya orang baik di seluruh dunia. Tanpa kesungguhan menunjukkan kebaikan terhadap derita umat manusia bahkan ketika ia ada di halaman rumah kita, Indonesia sedang menggali lubang krisisnya, sebelum kemudian pulih setelah melewati fase benturan kekuatan baik versus kekuatan resmi yang gagal berbuat baik. Gelombang manusia perahu berlanjut, karena PBB gagal, ASEAN gagal, para penyandang mandat memimpin negara kawasan ini gagal.

Sekarang, bahkan Turki dan Amerika yang nun jauh di sana, menunjukkan kepeduliannya. Masihkah kita akan berbeda jalan? Rakyat tetap mengekspresikan kepeduliannya, sementara pemerintah malah terusik dan melawan kebaikan rakyatnya atas orang-orang malang yang lari dari nasib kelam di Myanmar. Masyarakat sipil Indonesia dan dunia tak mau lagi menoleransi kegagalan menyelamatkan manusia, karena ini sama dengan menginjak kehormatan masyarakat manusia di negeri dan di kawasan ini. Indonesiaku, jangan imun dengan krisis kemanusiaan. Ikutlah kompetisi kebaikan global yang punggungnya saat ini ada di wilayah Aceh dan Sumatra Utara, di tengah kemelut Muslim Rohingya.

Indonesia punya potensi besar memulihkan harmoni kemanusiaan di ASEAN. Dengan berbagi karya kemanusiaan bersama banyak negara yang sedang mengungkap kesungguhan membela Rohingya. Indonesia bisa bersama Turki, Malaysia, Thailand bahkan Amerika, menekan Myanmar segera menghentikan kejahatan kemanusiaannya. Stop dulu urusan investasi dan tetek-bengek bisnis dengan Myanmar sebelum mereka menjadi lebih manusiawi.

Pak Jokowi, rakyat baik Indonesia bersama Anda. Rakyat baik se ASEAN bersama Anda. Kita beri Muslim Rohingya kesempatan memperbaiki kehidupannya, dengan ribuan pulau di negeri kita, kita mampu. Jangan biarkan Muslim Rohingya jadi obyek belas-kasihan siapapun. Memanusiakan Muslim Rohingya, menebus kejahatan kemanusiaan yang sudah dilakukan ASEAN saat membiarkan Myanmar mengosongkan negerinya dari Muslim Rohingya. Kalau itu dilakukan, seperti janji Sang Maha  Penyayang, negeri ini akan jauh dari bencana apapun. Negeri ini dengan menolong Rohingya, akan selamat dari berpuluh gunung yang siap meletus, maupun ancaman bencana lainnya yang membuat pembangunan terus-menerus terganggu. Wallahu a'lam.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement