REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kepolisian daerah Jawa Barat masih menyelidiki penyebab bencana tanah longsor di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung yang menyebabkan tujuh warga tewas dan dua warga hilang.
"Masih dalam penyelidikan," kata Kepala Polda Jabar Irjen Pol Mochamad Iriawan usai meninjau pelaksanaan pemilihan kepala desa serempak di Kabupaten Garut, Kamis.
Ia menuturkan, penyelidikan itu masih dilakukan oleh Puslabfor Mabes Polri untuk mengetahui penyebab pasti bencana longsor di Kampung Cibitung, Pangalengan itu.
Hasil kajian sementara, kata dia, ada dua akibat longsor itu yakni dari retakan tanah kemudian menghantam pipa panas bumi lalu meledak, atau dari ledakan pipa kemudian terjadi longsor.
"Kita kan dua, longsor itu akibat apa, dari tanah retak atau memang menghantam pipa kemudian meledak, atau dari ledakan kemudian menyebabkan tanah longsor," katanya.
Fakta lain, kata dia, terlebih dahulu ada retakan tanah, terbukti dengan dokumentasi foto yang diambil oleh anggota Koramil setempat. Namun, lanjut Kapolda, perlu didalami, termasuk memeriksa saksi dan mengumpulkan keterangan lain tekait standar di perusahaan panas bumi itu.
"Tekanan berapa, yang di situ sudah standar SOP atau tidak," katanya.
Ia menambahkan, warga yang rumahnya tetimbun longsor sebelumnya sudah di peringati akan ancaman bahaya longsor.
"Padahal sebelumnya sudah diperingatkan itu daerah rawan longsor," katanya.
Bencana longsor itu di kawasan pipa panas bumi milik Star Energy Geothermal terjadi di Kampung Cibitung, Desa Margamukti, Pangalengan, Selasa (5/5), sekitar pukul 14.40 WIB. Tercatat akibat bencana longsor itu tujuh orang meninggal dunia, dua orang hilang tertimbun tanah.
Selain korban jiwa, bencana itu telah merusak permukiman warga beserta isinya, sehingga sebanyak 203 jiwa dari 53 kepala keluarga warga setempat terpaksa harus mengungsi.
Pemerintah daerah telah mengakhiri tanggap darurat bencana longsor tersebut, Selasa (19/5), selanjutnya warga akan dibangun permukiman baru.
Lahan yang tetimpa longsor ditutup tidak boleh dijadikan kawasan permukiman karena bahaya bencana longsor.