Kamis 21 May 2015 14:29 WIB

Pengamat: Data Beras Nasional Masih Berantakan

Rep: Cj01/ Red: Angga Indrawan
Petugas Bulog melakukan operasi basar beras di kawasan Pasar Jatinegara, Jakarta, Rabu (18/2).
Foto: Republika/Prayogi
Petugas Bulog melakukan operasi basar beras di kawasan Pasar Jatinegara, Jakarta, Rabu (18/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menuju kedaulatan pangan harus dimulai dari melakukan pendataan yang pasti soal berapa pasokan beras yang tersedia, berapa banyak hasil produksi serta berapa banyak kebutuhan yang sebenarnya harus dipenuhi. Namun sampai saat ini, data-data tersebut masih bersifat perkiraan, berbeda-beda angka antar instansi serta dinilai masih berantakan.

"Saya tidak percaya kalau pasokan beras berlimpah, data di pemerintah masih berantakan," kata Pengamat Pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Hermanto Siregar, Kamis (21/5).

Logikanya, kata dia, jika pasokan beras aman bahkan berlimpah, pasti pedagang tidak akan menjual beras dengan harga tinggi. Tapi nyatanya harga beras di pasar domestik lebih tinggi 30 persen dari pasar Internasional.  

Sebelumnya, Kementerian Pertanian (Kementan) menegaskan tak ingin ada impor beras sepanjang 2015. Terlebih, beragam data perkiraan produksi menunjukkan hasil panen padi masa tanam periode Oktober-Maret yang cemerlang.

"Realisasi tanam padi Oktober-Maret 2014 sebesar 8,89 Juta hektare atau meningkat 745 ribu hektare alias 109,14 persen dibandingkan tahun lalu," kata Direktur Jenderal Tanaman Pangan Hasil Sembiring.

Realisasi tanam tersebut merupakan perkiraan berdasarkan laporan Tim Upaya Khusus (Upsus) Peningkatan Produksi Padi, Jagung dan Kedelai Kementan yang akan segera disigkronisasi dengan data Badan Pusat Statistik (BPS). Sementara itu, neraca produksi dan kebutuhan pada Januari-Juni 2015 juga surplus 8,655 Juta ton beras dengan laporan defisit hanya di bulan Januari 2015 saja yakni minus 877 ribu ton beras.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement