REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) soal kasus Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM atas pengesahan kepengurusan Golkar munas Ancol harus dilanjutkan pada pengadilan tingkat selanjutnya. Sebab, Kementerian Hukum dan HAM mengajukan banding atas putusan Majelis Hakim PTUN.
Kondisi ini menempatkan dua partai politik (parpol), Golkar dan PPP terancam tidak dapat mengikuti Pilkada serentak akhir tahun ini. Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah mengatakan, atas kondisi ini, Pilkada serentak terancam kacau. Jika dua parpol besar ini tidak dapat mengikuti Pilkada, maka potensi kekacauan dapat meledak. Jika hal itu terjadi, semua pihak hanya dapat mengelus dada.
"Iya, tidak ada pilihan lain revisi, KPU butuh payung hukum," kata Fahri Hamzah di kompleks parlemen, Rabu (20/5).
Fahri menambahkan, payung hukum yang kuat jadi dasar keputusan KPU adalah Undang-Undang. Fahri mengatakan, jika semua sepakat revisi terbatas pada UU Pilkada, maka dua pekan kerja legislasi juga akan selesai. Jangan sampai KPU hanya mendasarkan pada landasan peraturan KPU. Hal ini tidak akan kuat.
Jika kondisi masih mentok, kata dia, maka komisi II akan mengajukan inisiatif untuk revisi UU Pilkada ini. Jika hal ini terjadi, DPR akan memanggil Menkumham biar segera dimasukkan dalam prolegnas. Namun, kata Wakil Sekretaris Jenderal PKS ini, penyelesaian menjadi lebih mudah jika Presiden bersedia meminta Menkumham tidak banding. "Presiden di hadapan kita, saya bisa meminta menteri tidak banding, nyatanya banding, terus kita pegang siapa," imbuh Fahri.
Komisi II DPR RI akhirnya sepakat untuk mengajukan revisi terbatas pada UU Pilkada. Hal ini untuk mengantisipasi agar dua parpol, Golkar dan PPP dapat ikut Pilkada serentak Desember 2015 nanti.