Rabu 20 May 2015 17:37 WIB
Pengungsi Rohingya

Ketua MUI: Muslim Rohingya Butuh Penyelesaian Fundamental

Rep: c38/ Red: Bilal Ramadhan
Imigran suku Rohingya dari Myanmar berada di perhu mereka yang terdampar di perairan Desa Simpang Tiga, Kecamatan Julok, Aceh Timur, Aceh, Rabu (20/5).
Foto: Antara/Syifa
Imigran suku Rohingya dari Myanmar berada di perhu mereka yang terdampar di perairan Desa Simpang Tiga, Kecamatan Julok, Aceh Timur, Aceh, Rabu (20/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-– Ketua MUI, KH. Slamet Effendy Yusuf mengungkapkan pentingnya penyelesaian yang bersifat fundamental untuk mengatasi persoalan Muslim Rohingya. Indonesia dan badan-badan internasional terkait harus mendesak Myanmar melakukan amandemen UU Kewarganegaraan.

“Kami meminta agar negara-negara ASEAN tidak hanya membicarakan dampak atau pengungsi. Tapi, kami ingin agar ada penyelesaian yang bersifat fundamental, khususnya pengakuan status kewarganegaraan dari Myanmar,” ujar KH. Slamet Effendy Yusuf, Rabu (20/5).

Slamet Effendy menjelaskan, UU Kewarganegaraan Myanmar saat ini menggunakan pendekatan etnis, bukan pendekatan hukum seperti halnya di Indonesia. Permasalahannya, etnis Rohingya tidak disebut dalam UU Kewarganegaraan Myanmar, walaupun mereka telah tingggal di provinsi Rakhine seribu tahun lebih.

“Karena itu, kami menginginkan penyelesaian fundamental agar etnis Rohingya ada di provinsi Rakhine ini diberikan hak-hak dasarnya. Memiliki status kewarganegaraan adalah hak asasi setiap manusia,” ujarnya.

Ia menambahkan, pemerintah tentu juga harus melakukan upaya diplomatik kepada PBB, UNHCR, dan organisasi-organisasi terkait. Namun, lanjut Slamet Effendy, hal itu tidak mengurangi perhatian pemerintah untuk memfasilitasi para pengungsi Muslim Rohingya.

Dalam pernyataan sikap yang dikeluarkan oleh MUI dan WALUBI siang tadi, mereka juga bertekad memberikan bantuan kemanusiaan untuk meringankan beban para pengungsi Rohingya yang sekarang berada di Indonesia.

“Muslim Rohingya ini terusir di mana-mana, sekarang mereka hanya bisa ke Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Oleh karena itu, kita juga meminta pemerintah agar tidak ragu-ragu dalam masalah ini. Termasuk, untuk menyediakan pulau sebagai tempat penambungan mereka,” jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement