Rabu 20 May 2015 13:25 WIB
Harkitnas

Harkitnas Momentum Implementasikan Revolusi Mental

Revolusi Mental
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Revolusi Mental

REPUBLIKA.CO.ID, MALUKU -- Peringatan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) 20 Mei, harus dijadikan momentum mengobarkan semangat persatuan nasional. Sebab menurut  Pengamat sosial dari Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU) Azis Marsaoly, semangat persatuan nasional harus dikobarkan karena realita yang terjadi saat ini rasa persatuan nasional semakin memudar.

"Semangat persatuan yang terlihat sekarang hanya untuk kepentingan kelompok atau golongan tertentu," katanya di Ternate, Rabu (20/5).

Ia berkata, lahirnya Budi Utomo pada 20 Mei 1908 yang menandai kebangkitan masyarakat di Indonesia untuk bersatu membebaskan Indonesia dari kolonialisme. Budi Utomo juga mengusung satu semangat yakni semangat persatuan, tidak ada kepentingan kelompok atau golongan, juga tidak ada upaya saling menjatuhkan antara kelompok atau golongan yang satu dengan yang lainnya.

Namun setelah 107 tahun lahirnya kebangkitan nasional, kata Azis Marsaoly, bukan hanya semangat persatuan nasional yang kian memudar. Tetapi juga semakin maraknya perilaku masyarakat Indonesia yang justru sangat merugikan kepentingan nasional. Seperti praktik korupsi, permainan hukum dan penodaan terhadap nilai-nilai demokrasi.

Selain itu, juga para elite birokrasi dan elite politik di legislatif tidak sepenuhnya memperhatikan kepentingan masyarakat. Di antaranya tercermin dari sikap pengabayan terhadap berbagai kesulitan masyarakat, misalnya dalam pemenuhan kebutuhan pokok yang harganya terjangkau.

"Pemerintahan Jokowi mengusung program revolusi mental, dan saya pikir dan sangat relevan dengan kondisi masyarakat Indonesia saat ini. Peringatan Harkitnas 20 Mei juga sangat tepat menjadi momentum untuk menggelorakan semangat refolusi mental itu," katanya.

Ia mengatakan revolusi mental itu diharapkan jangan hanya mejadi slogan, tetapi harus diimplementasikan dalam pola pikir dan perilaku keseharian. Terutama terutama para elit birokrasi dan elit politik, yang ada di legislatif. "Sebab menurutnya bagaimana mungkin masyarakat bisa melakukan revolusi mental kalau elit itu justru menunjukan perilaku yang sebaliknya," katanya.

Menyinggung semakin meluasnya penguasaan asing terhadap potensi sumber daya alam Indonesia, Azis Marsaoly mengatakan, itu tidak boleh dibiarkan begitu saja. "Karena tidak sesuai dengan nilai-nilai kebangkitan nasional yang menghendaki adanya kedaulatan negara terhadap pengelolaan sumber daya alam."

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement