REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Usulan Sejarawan Asep Kambali, yang ingin lomba panjat pinang dan balap karung saat peringatan 17 Agustus dihilangkan, mendapat tanggapan dari Bupati Purwakarta, Jabar. Kang Dedi Mulyadi, menilai panjat pinang bisa hilang jika ada alasannya.
"Lomba ini bisa hilang, tergantung dari perspektif masing-masing," ujar pria yang akrab disapa Kang Dedi, Senin (18/5).
Maksudnya, lanjut Dedi, bila panjat pinang itu merusak lingkungan akibat pohon pinangnya terus ditebang tanpa ada penghijauan, baru perlombaan itu bisa dihilangkan. Sebaliknya, jika perlombaan itu tidak merusak lingkungan dan justru malah menghibur masyarakat, sebaiknya tetap ada.
Alasan, lomba panjat pinang itu karena warisan kolonial. Dulu, zaman kolonial, orang-orang Belanda hanya menertawakan peserta (orang pribumi) yang menderita akibat perlombaan itu. Perlombaan ini, jadi hiburan tersendiri bagi bangsa kolonial itu.
Tetapi, sampai sekarang perlombaan ini masih tetap lestari. Selain itu, maknanya juga sudah bergeser. Dari menghibur penjajah kolonial, jadi ajang kebersamaan para pemuda. Bagaimana tidak bersama (gotong royong), para peserta bahu membahu untuk menjadi pemenang dan mendapatkan hadiah yang ada di atasnya.
"Justru, dari panjat pinang kita bisa melihat kekompakan, kegigihan, kerja sama, dan saling berbagi antar peserta," ujarnya.
Jadi, lomba ini sebaiknya tetap ada. Sebab, bila dihilangkan masyarakat akan kehilangan hiburan. Masyarakat juga, akan kehilangan nilai-nilai kebersamaan.