REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Perlambatan perekonomian nasional pada triwulan I 2015 yang hanya 4,71 persen diikuti perekonomian Bali 6,20 persen, lebih rendah dibandingkan 6,55 persen periode tahun lalu. Hal ini ikut mendorong lesunya perkembangan harga sektor properti di Pulau Dewata.
"Pertumbuhan harga properti residensial di Bali melambat, di bawah satu persen," kata Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Bali, Dewi Setyowati, Senin (18/5).
Hasil survei mengindikasikan adanya perlambatan pertumbuhan di pasar primer. Indeks harga properti residensial di Bali pada triwulan pertama tahun ini hanya naik 0,27 persen dibandingkan 1,27 persen tahun sebelumnya. Beberapa faktor penyebab lesunya pertumbuhan ini adalah kenaikan harga bahan bakar minyak (12 persen), bahan bangunan (12 persen), dan upah pekerja (11 persen).
Perlambatan peningkatan harga terjadi merata di semua tipe rumah, yaitu tipe kecil 0,28 persen, menengah 0,37 persen, dan besar 0,15 persen. Dana internal perusahaan dan pembiayaan bank tetap menjadi sumber utama pengembang, masing-masingnya memberikan share 40 persen. Pembiayaan dari konsumen melalui down payment hanya mencatat share 10,71 persen.
Dari sisi konsumen, kata Dewi, fasilitasi kredit perumahan (KPR) tetap menjadi pilihan utama untuk semua tipe rumah. Jumlah konsumen dengan pembiayaan KPR untuk rumah tipe kecil mencapai 68,93 persen, disusul tipe menengah 78,13 persen, dan tipe besar 68 persen.
Dewi optimistis bahwa harga propeti residensial di Bali mulai tinggi lagi ditriwulan II dengan perkiraan 1,18 persen. Harga rumah tipe kecil, menengah, dan besar masing-masingnya akan naik 1,03 persen, 1,65 persen, dan 0,87 persen. Kondisi ini juga sejalan dengan membaiknya kondisi ekonomi secara bertahap.