Senin 18 May 2015 07:25 WIB

Muhammadiyah Kritisi Mekanisme Harga BBM

Rep: Andi Nurroni/ Red: Indah Wulandari
 Aktivitas pengisian bahan bakar minyak ke dalam tangki minyak di Depo Pertamina Plumpang, Jakarta, Senin (30/3).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Aktivitas pengisian bahan bakar minyak ke dalam tangki minyak di Depo Pertamina Plumpang, Jakarta, Senin (30/3).

REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA -- Kebijakan Presiden Joko Widodo menerapkan harga bahan bakar minyak sesuai mekanisme pasar dikritik dengan keras.

“Kebijakan tersebut bertentangan dengan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang telah membatalkan UU Migas, termasuk Pasal 28 bahwa harga (eceran) BBM dalam negeri, tidak boleh mengikuti (fluktuasi) harga minyak dunia,” ujar Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin dalam lawatannya ke Surabaya, Ahad (17/5).

Menurut Din, Muhammadiyah telah mengirim surat ke MK untuk meminta kejelasan perundangan dalam persoalan tersebut. MK pun, ujarnya, membenarkan argumentasi Muhammadiyah.

“Tinggal pemerintah, apakah menyadari adanya keputusan itu, atau mereka sengaja abai? Kalau abai, itu sikap tidak positif karena mengabaikan konstitusi,” kata Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia ini.

Menurut Din, pembatalan UU Nomer 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas, membawa pesan agar pemerintah kembali merujuk Pasal 33 UUD 1945 dalam pengelolaan minyak dan gas.

Pasal tersebut, ujarnya, menjelaskan bahwa tatakelola dan tataniaga migas dikelola oleh negara untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

Din mengerti, pemerintah dalam posisi dilematis soal penetapan harga BBM. Untuk itu, menurutnya, pemerintah dan masyarakat harus duduk bersama mencari solusi.

Salah satu solusi yang bisa dipilih, menurut dia, dengan mengambil alih pengelolaan asing atas sumber-sumber daya alam Indonesia. Hal tersebut, bukan berarti pemerintah tidak memberikan peluang bagi swasta, termasuk asing.

Dalam menjalin kerjasama, menurut Din, Pemerintah harus menghindari kesepakatan dengan entitas bisnis. Menurut dia, pemerintah harus memberikan kesempatan pada BUMN atau BUMD untuk mengambil peran kerjasama.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement