REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Sejumlah nama calon kandidat ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) periode 2015-2020 makin mencut. Terdapat tiga nama bakal calon yang sudah makin mencuat, yaitu KH Said Aqil Siroj, KH Masyhuri Malik dan KH Solahudin Wahid.
Ketiga tokoh NU ini sudah menyatakan kesiapannya memimpin organisasi terbesar di Indonesia tersebut. Said Aqil Siroj yang sedang menjabat sebagai Ketum PBNU menyatakan kesiapannya. “Kalau masih dipercaya insyallah siap maju (sebagai ketum PBNU) lagi,” ujarnya kepada Republika Online (ROL) di Medan, Sumatra Utara, Ahad (17/5).
Ia optimistis kinerjanya selama satu periode memimpin PBNU dapat dijadikan modal untuk mencalonkan kembali. Dalam aspek pendidikan, kata dia, target mendirikan kampus milik NU telah terpenuhi. “Seperti target pendidikan. Targetnya lima (universitas), kita sudah mendirikan 24 Universitas Nahdlatul Ulama,” ujarnya.
KH Masyhuri Malik juga menyatakan kesediaannya. “Insyallah saya siap,” katanya.
KH Masyhuri mengatakan, gagasan utama yang ia dorong ke kepada warga NU lebih kepada gagasan perekonomian. “Saya akan mendorong kemandirian organisasi dan pemberdayaan ekonomi warga NU,” ujar Masyhuri.
Salah satu persoalan yang dihadapi oleh NU hingga saat ini, kata dia adalah masalah kemandirian ekonomi. Bagi kiai yang sedang menjabat sebagai Ketua Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Sodaqoh NU ini, kemandirian ekonomi dapat meningkatkan kewibawaan organsasi.
Kandidat lain, KH Sholahudin Wahid yang juga telah menyatakan kesiapannya memiliki gagasan berbeda dari dua kandidat sebelumnya. Gagasan penguatan masyarakat sipil menjadi ide utama bagi gerakan yang kelak anak dipimpinnya. “Syarat utama untuk memperkuat warga NU yang ada di berbagai daerah, Organisasi NU harus lebih solid dahulu,” ujarnya.
Kiai yang biasa dipanggil Gus Sholah ini menyatakan, mendapat dukungan dari sejumlah kiai sepuh. “Saya diminta beberapa kiai sepuh untuk maju. Banyak juga warga NU yang minta,” katanya.
Disinggung mengenai kandidat lain yang juga mencalonkan diri, cucu Pendiri NU ini menyatakan bahwa hal tersebut merupakan kewajaran sebagai organanisasi. “Justru kalau tidak ada yang mau nyalon, malah aneh,” pungkasnya.