REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa waktu lalu Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) berdialog bersama perwakilan End Child Prostitution, Vhild Pornography and Trafficking of Children for Sexual (ECPAT) berdialog membahas perlindungan anak.
ECPAT juga mengajak LPSK untuk mendorong pemerintah melaksanakan Protokol Opsional Konvensi Hak-hak Anak mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anak, dan Pornorafi Anak yang sudah diratifikasi lewat Undang Undang (UU) No 10 Tahun 2012.
Sebelumnya LPSK dan ECPAT memang sempat bekerjasama, seperti menggelar seminar serta membahas kasus kekerasan seksual terhadap anak.
"LPSK dan ECPAT bekerja di bidang yang sama, yakni memberikan perlindungan kepada korban, termasuk anak di dalamnya," ujar Koordinator ECPAT Indonesia, AHmad Sofyan, melalui siaran pers, Sabtu, (16/5).
Perwakilan ECPAT Belanda, Theo N. menambahkan, pada dasarya penanganan kasus kekerasan seksual anak hampir sama di setiap negara. Maka, perlu cara untuk memulihkan psikologi anak dan masa depannya.
Baginya, meski payung hukum perlindungan untuk anak sudah tersedia, tapi implementasi memang memerlukan banyak biaya.
Hanya saja, seharusnya melindungi anak dijadikan prioritas dan tak perlu menunggu sikap politisi dalam penanganan kekerasan seksual pada anak.
"Indonesia negara besar dengan jumlah penduduk besar. Jadi agak sulit mengomparasinya dengan Belanda," katanya.
Meski begitu, ia menjelaskan, di Belanda kini sedang diupayakan agar tersedia dokter, polisi, serta psikolog dalam satu area khusus bagi penanangan anak korban kekerasan seksual.