Sabtu 16 May 2015 03:26 WIB

Rintihan Anak Bapak Dosen yang Kelaparan dan Ditelantarkan

Rep: C39/ Red: Bayu Hermawan
Kekerasan anak
Foto: myhealing.wordpress.com
Kekerasan anak

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Tinggal di rumah mewah di sebuah perumahan elit, rupanya tidak membuat hidup lima orang anak yakni D (8), CK (10), LA (10), A (5) dan DI (4) merasa bahagia. Bahkan pada kenyataannya kedua orang tuanya telah menelantarakannya.

Lima orang anak itu adalah pasangan dari Utomo dan Nurindria, yang merupakan warga perumahan mewah Citra Grand, Jatikarya, Jatisampurna, Kota Bekasi. Meski tinggal di rumah mewah, dan orang tuanya berprofesi sebagai dosen di salah satu perguruan tinggi di Bogor, nyatanya kehidupan lima orang anak itu jauh dari gambaran hidup berbahagia.

D (8), misalnya. Sebagai anak laki-laki satu-satunya dalam keluarga tersebut seharusnya bisa mendapat perlakuan baik atau didikan bagus dari kedua orang tuanya tersebut. Tapi kenyataannya, ia justru mendapat perlakuan sebaliknya.

D sering mendapatkan tindakan kekerasan dari  orang tuanya tersebut dan anak itu juga sering diterlantarkan di luar rumah. Bahkan karena sering mendapatkan perlakuan seperti itu warga mengira D adalah anak tiri. Saat ditanya apakah ia adalah anak tiri, dengan polos bocah itu hanya menjawab tidak tahu.

Berdasarkan keterangan warga sekitar, sudah hampir sebulan D tidur di pos petugas keamanan yang berada di pintu masuk komplek rumahnya. Ia tidak bisa merasakan nyamannya tidur di dalam kamarnya, lantaran sering dikuncikan pintu oleh kedua orang tuanya.

Petugas keamanan yang iba dengan anak ini pun, akhirnya menyediakan kasus tipis untuk D beristirahat di dalam pos Satpam. Bukan hanya itu saja, D juga sering mengalami kelaparan.

Meski mempunyai orang tua yang notabenenya berpenghasilan besar, namun untuk menyambung hidup, bocah itu harus menunggu belas kasihan dari warga dan penjaga pos yang memberinya makanan. Tak jarang ia harus berkeliling ke rumah-rumah tetangganya mencari makanan layaknya pengemis, saat lapar melanda.

Menurut penjaga pos, Boih Susanto mengatakan bahwa D juga pernah tidak mandi dan ganti baju selama seminggu sehingga dia dan temannya harus memandikannya. Waktu memandikannya, pernah suatu ketika di kepala Dani tampak darah kering bekas luka.

"Itu sekitar tiga bulan yang lalu, tapi Dani mengaku jatuh dari tempat tidur. Tapi sepertinya dia mendapat kekerasan," katanya.

"Kalau lagi lapar, dia bertanya 'ada makanan gak om. Ya saya kasih seadanya," ujarnya.

Boih mengatakan pernah sekali waktu melihat langsung anak itu mendapat kekerasan dari orang tuanya. Saat itu, ayah D yang biasa dikenal dengan nama Tomi datang ke pos Satpam untuk menyuruh D pulang.

Ketika itu D sedang tertidur. Namun bukannya membangunkan anaknya secara pelan-pelan, Tomi justru menginjak paha D, hingga anak itu terbangun. Boih pun pernah mendapat pengakuan dari D, jika bocah itu takut pulang kerumah.

Selain itu, warga juga pernah beberapa kali melihat anak itu mendapat perlakuan kasar dari orang tuanya. Salah satu tetangga D, Agustini mengaku juga sering menampung anak itu di rumahnya.

Melihat D yang diterlantarkan dan mengalami bekas luka akibat tindak kekerasan, Agustini pernah meminta agar D diserahkan kepadanya untuk rawat. Namun, orang tua D bukannya menyadari kekeliruannya, justru marah mendengar rasa prihatin dari warga.

"Pak Tomi malah mencak-mencak dan menuduh saya menyekap anaknya. Saya pernah mengancam akan melaporkan dia ke pihak kepolisian kalau anaknya diperlakukan kasar lagi, tapi Tomi tidak menghiraukan ancaman itu," ujarnya.

Bukan hanya ayah dari D yang marah setiap kali ada warga yang prihatin melihat kondisi D dan saudara-saudarinya. Istri Tomi, juga pernah memarahi warga.

"Saya pikir kalau salah satunya waras pasti anak itu tidak akan menderita, Seorang ibu akan berkorban nyawa sekalipun bahkan menjual dirinya sekalipun agar anaknya tidak kelaparan. Mereka tidak begitu, Kalau makan direstoran, mereka makan di dalam. Sedangkan anaknya makan di luar atau di tempat-tempat sampah," katanya

Sementara Fatimah, tetangga Tomi lainnya mengaku sering mendengar rintihan anak-anak dari rumah itu. Rintihan itu, jika tidak berasal dari D, kemungkinan besar berasal dari empat anak perempuan Tomi.

"Siapa lagi yang merintih, sedangkan D pada waktu itu sedang menginap di rumah saya," ujarnya.

Ketika Fatimah mencoba untuk menegur sikap Tomi yang keras terhadap Dani, justru Tomi membantahnya.Tomi mengatakan bahwa begitulah cara ia mengajar anak laki-lakinya tersebut, sehingga warga pun dilarang ikut campur olehnya.

"Pernah warga mendatangi rumah Tomi dua kali, tapi Tomi dan istrinya tidak welcome. Bahkan mereka berdua malah mengejek warga sebagai orang kampung," jelasnya.

Melihat perlakuan Tomi dan istrinya tersebut. Akhirnya warga melaporkan kepada ketua RT, Sugeng Pribadi. Selanjutnya, Sugeng Pribadi  beserta warga melapor kepada Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) atas dasar penelantaran anak. Komisioner KPAI, Erlinda pun menyambut laporan warga.

Sehingga pada Kamis (14/5) pukul 12.00 WIB, rombongan  KPAI, JATANRAS, dan Polsek Pondok Gede berhasil mengamankan lima anak tersebut.  Ketika penggerebekan, wajah Tomi dan istrinya pun tampak kaget ketika membuka pintu karena didatangi oleh orang-orang berseragam.

Menurut penjelasan Sugeng Pribadi, sekitar 10 menit mereka menyanggah tuduhan penelantaran anak tersebut. Tomi membantah bahwa anak itu (Dani) memang nakal dan sering keluar malam.

Bahkan, Tomi akan menuntut warga balik karena Tomi menganggap bahwa penggerebekan ini merupakan pembunuhan karakter terhadap dirinya.

"Saya akan melaporkan balik, karena sebenarnya warga yang menyekap anak saya," jelas Sugeng menirukan perkataan Tomi di waktu penggerebekan.

Selain itu, ketika Tomi menyanggah, Sugeng Pribadi mengatakan bahwa Tomi juga menyebut inisial dua huruf dari Mabes Polri sebagai tameng diri Tomi ketika melakukan penyanggahan. Namun, Sugeng tidak mau mengatakan dua huruf tersebut karena takut salah.

Saat ini Tomi beserta istrinya harus berurusan dengan pihak kepolisian, karena telah melanggar uu no 35 tahun 2014 pasal 76 B yang berbunyi anak yang mendapat perlakuan salah dan penelantaran akan di jerat pasal 77 B dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement