REPUBLIKA.CO.ID, KARIMUN -- Ribuan masyarakat di empat kecamatan Pulau Karimun Besar kesulitan mendapatkan air bersih disebabkan Waduk Bati di Kecamatan Tebing yang menjadi sumber air mengalami kekeringan sejak Desember 2014.
"Sumber air bersih melimpah ruah. Jarak Waduk Bati dengan Waduk Sentani juga tidak begitu jauh, hanya sekitar satu kilometer, tapi konektivitas dua waduk itu tidak pernah dilakukan sehingga berdampak kepada ribuan pelanggan PDAM Tirta Karimun," kata mantan anggota DPRD Karimun Raja Zuriantiaz di Tanjung Balai Karimun, Kamis (14/5).
Raja Zuriantiaz menuturkan, kondisi tersebut menjadi bukti bahwa kepala daerah saat ini tidak memiliki kepekaan dan kepedulian terhadap kebutuhan dasar masyarakat Karimun, khususnya masalah air bersih yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah sebagaimana diamanatkan undang-undang.
"Dua periode kepemimpinan kepala daerah saat ini tak bisa memberikan solusi. Apa kerja kepala daerah selama itu kalau tidak memperhatikan kebutuhan dasar masyarakat tersebut," ucapnya.
Ia mengatakan, persoalan krisis air bersih juga membuktikan kebijakan yang tidak pro rakyat. Visi dan misi Kabupaten Karimun tentang peningkatan daya saing perekonomian daerah, menurut dia tidak akan pernah terwujud jika kebutuhan dasar masyarakat saja tidak terpenuhi.
"Jika alasan keuangan yang menjadi hambatan dalam melakukan konektivitas antar waduk jelas tidak bisa diterima. PAD dari sektor tambang saja mencapai Rp 200 miliar, dan nilai APBD mencapai Rp 1 triliun setiap tahunnya, tidak mungkin tidak mencukupi untuk mengalokasikan anggaran untuk konektivitas antar waduk," katanya.
Ia juga mempertanyakan lambannya kepala daerah melantik Dirut PDAM Tirta Karimun yang definitif pascapengesahan Perda No 2 tahun 2013 tentang PDAM Tirta Karimun.
Menurut dia, Perda tersebut juga mengamanatkan pelayanan air bersih agar dikelola oleh PDAM Tirta Karimun, bukan lagi menjadi unit usaha Perusda.
"Kepala daerah sudah melantik Kabag Perekonomian Setkab Karimun Herwansyah pelaksana tugas Dirut PDAM pada 2013. Namun dua tahun berjalan belum ada juga ada pelantikan dirut yang definitif, ini bukti kedua bahwa kepala daerah tidak memiliki kepedulian terhadap kebutuhan dasar masyarakat," ujarnya.
Ia juga menilai salah kaprah jika masalah pelayanan air bersih menjadi tanggung jawab Perusda, karena secara hukum sudah menjadi tanggung jawab PDAM Tirta Karimun sebagai amanat dari Perda No 2 tahun 2013. "Masyarakat awam boleh tidak mengetahui bahwa pelayanan air bersih sudah dipisah dari Perusda sejak dua tahun lalu. Namun, susunan direksi PDAM yang definitif tidak pernah diangkat oleh kepala daerah," ucap dia.
Sementara itu, warga Tanjung Balai Karimun sekaligus mantan tim sukses Bupati Karimun Alimho Tarius mengaku malu ketika masyarakat menanyakan kapan krisis air bersih yang setiap musim kemarau ditangani secara serius oleh bupati terpilih.
"Saya tidak bisa jawab, karena masalah air bersih memang janji dia (bupati terpilih) saat kampanye. Sudah dua periode berturut-turut tapi janji tersebut tidak kunjung ditunaikan," kata dia.
Menurut Alimho, warga masyarakat terpaksa membeli air lori (truk tanki) akibat terputusnya pasokan air bersih yang masih menjadi unit usaha Perusda. "Kami kecewa masalah air saja tidak selesai-selesai. Setiap tahun, ketika musim kemarau kepala daerah mengunjungi Waduk Bati, tapi tindaklanjut dari kunjungan itu tidak pernah ada," kata dia.
Salah seorang warga perumahan Kolong, Rudi mengaku sudah hampir lima bulan air dari keran di kamar mandinya tidak mengalir. "Januari tersendat, Februari mati total sampai sekarang. Tagihan tetap bayar," kata Rudi.
Ia mengaku harus membeli air lori yang harganya relatif tinggi sehingga biaya yang dikeluarkannya membengkak setiap tahun. "Air lori harganya naik, biasanya Rp 5.000 satu drum, sekarang menjadi Rp 15.000. Setiap bulan saya keluar uang tambahan sampai Rp 350.000 hanya untuk beli air," ucapnya.
Berdasarkan informasi dihimpun, jumlah pelanggan air bersih di empat kecamatan, Karimun, Meral, Meral Barat dan Tebing sebanyak 4.500 pelanggan.