REPUBLIKA.CO.ID, LANGKAT -- Sebanyak enam nelayan tradisional asal Desa Kelantan, Kecamatan Brandan Barat, Kabupaten Langkat ditahan polisi maritim Malaysia. Keluarga pun berharap pemerintah Indonesia dapat mengupayakan pembebasan.
"Pihak keluarga sangat berharap pemerintah dapat membantu pembebasan mereka," kata Kepala Desa Kelantan Syafrizal di Brandan Barat, Kamis (14/5).
Menurut Syafrizal, pemerintahan desa telah mewakili keluarga untuk menyampaikan informasi mengenai penahanan nelayan tersebut ke Pemkab Langkat dan Dinas Perikanan dan Kelautan setempat.
Melalui pelaporan tersebut, diharapkan pemerintah dapat memberikan pendampingan dan advokasi bagi enam nelayan tradisional itu selama menjalani penahanan di Langkawi, Malaysia.
Selain bantuan hukum dan pendampingan, keluarga nelayan yang ditahan juga berharap adanya bantuan dari Pemkab Langkat untuk memenuhi kebutuhan selama kepala keluarganya berada dalam tahanan di Malaysia.
"Kehidupan keluarga nelayan yang ditahan itu semakin memprihatinkan dan butuh bantuan. Apalagi dalam waktu dekat ini anak-anak mereka akan melanjutkan ke jenjang sekolah yang lebih tinggi," katanya.
Sebelumnya, Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Kordinator Sumatera Utara Tajrudin Hasibuan mengatakan, ada enam nelayan tradisional asal Desa Kelantan Kecamatan Brandan Barat yang ditahan polisi maritim Malaysia di Langkawi sejak Sabtu (9/5).
Enam nelayan ditangkap dengan tuduhan memasuki perairan Malaysia itu adalah Abdul Rais selaku nahkoda dan lima anak buah kapal yakni Daiman, Zailani, M Zais, Radit, dan Heri.
Informasi penahanan tersebut diketahui dari Zailani yang diperkenankan untuk menghubungi pihak keluarganya di Langkat.