REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Sejumlah developer di Bali mengeluhkan lesunya bisnis properti beberapa bulan terakhir. Hal itu kata pengusaha properti Rina Fakhrudin, mengakibatkan harga properti turun sampai 20 persen.
"Kalau nggak ada pembeli, hargà pasti turun. Itu sudah hukum pasar," kata Rina di Denpasar, Kamis (14/5).
Dikatakan Rina, ekonomi masyarakat mengalami kelesuan. Bank sebutnya, juga membuat persyaratan yang ketat untuk memberikan kredit. Sehingga masyarakat kesulitan mendapatkan dana untuk membeli properti. "Padahal bisnis proprti lebih banyak mengandalkan dana dari bank," kata Rina.
Dikatakannya, sejumlah developer mulai banting setir, dan ada yang mangatur strategi dengan tujuan menghindari meminjam dana di bank untuk pembebasan tanah. Hal itu karena mereka takut dengan jebijakan bank yang langsung main sita dan melelang jaminan.
"Customer jadi takut pinjam di bank, karena baru menunggak cicilan sekali atau dua kali, langsung diperingati dan langsung dilelang. Ini membuat konsumen takut," kata Rina.
Pemilik perusahaan kontraktor CV Triloka, Robin Bimantoro mengaku hal yang serupa. Menurut Robin, penurunan harga properti terjadi pada bangunan baru maupun bangunan lama.
Menurut dia, tiga tahun lalu kenaikan harga properti sudah di luar kewajaran, karena harganya digoreng. Para spekulan sebutnya, sudah menaikkan harga secara tidak wajar dan karena pasar melemah, kini harga jadi turun lagi. "Ini sudah biasa terjadi," katanya.
Robin mengaku masih beruntung, karena selama ini dia hanya menggarap bangunan milik warga asing. Dengan melambungnya nilai tukar dolar terhadap rupiah kata Robin, orang asing justru diuntungkan, sehingga mereka nyaris tidak memperhitungkan masalah harga saat membeli properti di Bali.
"Mereka sepertinya masih menganggap harga bangunan yang dibeli masih murah. Asal kualitas bangunannya terjaga," katanya.