Kamis 14 May 2015 06:42 WIB

Hukuman Bagi Pelaku Prostitusi Perlu Pertimbangan dari Tokoh Agama

SIDANG PROSTITUSI ONLINE. Terdakwa prostitusi online Yunita alias Keyko (34) ketika menjalani sidang perdana di ruang sidang Tirta 2 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jatim, Senin (29/10).
Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
SIDANG PROSTITUSI ONLINE. Terdakwa prostitusi online Yunita alias Keyko (34) ketika menjalani sidang perdana di ruang sidang Tirta 2 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jatim, Senin (29/10).

REPUBLIKA.CO.ID,DEPOK -- Rendahnya jeratan hukuman bagi mucikari ditengarai akibat putusan hukum yang hanya didasarkan pada tekstual semata dan belum menganut azas keadilan sosial. Penegak hukum disarankan meminta pertimbangan dari para tokoh agama.

"Itu yang menyebabkan putusan yang dihasilkan masih rendah. Karena hanya merujuk pada text book saja," kata Dekan Fakultas Hukum Universitas Pancasila (UP) Ade Saptomo, Kamis (14/5).

 

Putusan yang tidak menggali nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, ungkapnya, menyebabkan pengguna dari jasa pekerja seks komersial (PSK) tidak dijerat hukum. Padahal, jika merujuk pada nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, pengguna jasa prostitusi juga bisa dikenakan ancaman hukuman.

"Hukum kita memang ketinggalan. Jika dalam praktek korupsi saja, siapapun yang menikmati uang hasil korupsi bisa dijerat," jelasnya.

Penggalian norma hukum yang dimaksud, yaitu dengan menggali informasi dari tokoh agama atau tokoh masyarakat yang ada di sekitar. Misalnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI).

"Putusan yang baik dari proses peradilan adalah hasil dari sebuah sistem yang terdiri dari berbagai unsur. Putusan yang didasarkan pada text book itu kering dari nilai hukum yang hidup dalam masyarakat," ungkapnya.

Untuk itu, agar putusan yang dihasilkan tidak kering dari nilai hukum maka dalam proses (peradilan) harus mengakomodasi penggalian nilai hukum masyarakat (norma).

Dengan mengetahui apa pendapat tokoh agama dan masyarakat terhadap praktek prostitusi maka pelakunya bisa dijerat dengan hukuman berat. Lantaran prostitusi sangat merusak generasi muda.

"Rendah karena tidak ada akomodasi nilai yang hidup dalam masyarakat. Padahal, seharusnya bisa dimaksimalkan hukumannya," tutup Ade.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement