REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pemerintah dalam hal ini Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengusulkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) berkonsultasi ke Mahkamah Agung (MA) terkait batas akhir putusan inkrah partai politik (Parpol) bersengketa untuk kemudian disesuaikan dengan jadwal pendaftaran pencalonan.
Menanggapi hal itu, Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay menilai pengunduran jadwal itu sulit untuk dilakukan. Menurutnya, kalau pun dipaksakan pelaksanaan pemungutan suara tidak bisa dilakukan pada 9 Desember mendatang. Apalagi, tahapan dan jadwal Pilkada serentak telah diundang-undangkan.
"Sangat sulit. Kalau mau dilakukan juga maka pilkada serentak tidak bisa dilaksanakan bulan Desember 2015. Padahal UU sudah mengatur dilaksanakan pada Desember 2015," kata Hadar, Senin (11/5).
Selain itu, penundaan juga berimplikasi terhadap waktu penyelesaian sengketa dalam pelaksanaan Pilkada serentak. Sementara, waktu penyelesaian juga tidak bisa diperpendek.
"Mulai dari Bawaslu, PTTUN dan MA. Semuanya akan memakan waktu hampir tiga bulan, plus perlu sekurangnya 3 minggu untuk produksi dan distribusi logistik (surat suara dll)," ujarnya.
Ia merinci proses penyelesaian sengketa akan memakan waktu 87 hari yakni 14 hari di Bawaslu, 28 hari di PTTUN, dan 37 hari di MA. Ditambah juga kata dia, ada beberapa hari pengajuan gugatan dan KPU menindaklanjuti putusan tersebut.
"Semua ini sudah diatur di UU. Jadi bukan permasalahan diperiode kampanye yang panjang, yang bisa dipendekan," ujarnya menanggapi usulan Mendagri memangkas waktu kampanye.
Ia juga menuturkan wacana pemunduran jadwal telah disuarakan pada rapat konsultasi panitia kerja (Panja) Komisi II DPR beberapa waktu lalu. Hanya, karena jadwal penyelenggaraan Pilkada sangat ketat, hal itu sulit dilakukan.
"Panja pun sama (usulkan pengunduran) tapi setelah dihitung ulang dengan ketat, kami hanya bisa mengundurkan empat hari, dari pendaftaran semula tanggal 22-24 Juli menjadi 26-28 Juli," ujarnya.