REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Komite Indonesia Pemilih (Tepi), Jeirry Sumampow menilai revisi Undang-Undang Pilkada dan Partai Politik (Parpol) bisa memicu persoalan-persoalan baru.
Sebab ada kemungkinan hasil revisi UU itu bisa bertentangan dengan proses persiapan Pilkada yang sedang dijalankan KPU.
"Kalau hasilnya (revisi UU) bertentangan dengan proses yang sedang dijalankan Komisi Pemilihan Umum (KPU) bagaimana, bisa kacau kan semua," ujarnya kepada Republika Jumat (8/5).
Selain itu, revisi UU terebut juga bisa memicu konflik dalam penyelenggaraan Pemilu nanti. Ia menilai UU Parpol dan Pilkada sudah jelas mengatur, partai yang sedang bersengketa dan memiliki dualisme kepengurusan, tidak diperkenankan mengikuti Pilkada.
"Jangan karena partainya berkonflik, lalu masyarakat yang harus dikorbankan dengan membuat UU baru," tegasnya.
Ia mengingatkan Parpol yang sedang berkonflik untuk belajar demokrasi di internal partainya masing-masing. "Mereka (Parpol) yang berkonflik juga harus menerima konsekuensinya jika tidak bisa ikut Pilkada," katanya.
Sebelumnya diberitakan, DPR RI akan merevisi terbatas Undang-undang Pilkada demi mengakomodasi Parpol bersengketa bisa mengusung calon pada penyelenggaraan Pilkada serentak.
Hal ini karena diketahui PKPU tentang pencalonan Pilkada mengatur hanya akan menerima pendaftaran calon yang berasal dari Parpol kepengurusannya terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM.
Namun kepengurusan itu menjadi objek sengketa, KPU akan menunggu sampai keluarnya keputusan Pengadilan berkekuatan tetap.