REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR RI berencana untuk revisi terbatas Undang-Undang Nomor 2 tahun 2011 tentang Partai Politik (Parpol) dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah mengatakan hal itu untuk menjamin 10 Parpol pemenang Pemilu 2014, dapat ikut dalam Pilkada serentak Desember mendatang.
Ia melanjutkan, hal ini menjadi salah satu cara untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi menjelang Pilkada. Sebab, Pilkada juga termasuk pertandingan bagi seluruh Parpol.
"Kalau dari awal, dua Parpol yang bersengketa, Golkar dan Pilkada tidak diajak dalam pertandingan Pilkada ini, kondisi politik dan keamanan akan bahaya," katanya, Jumat (7/5).
Menurutnya, sangat wajar jika Golkar dan PPP nanti marah kalau tidak diikutkan dalam pilkada. Apalagi, pencalona oleh DPRD itu menjadi representatif.
Sebab, mereka adalah representasi dari suara rakyat. Jadi, kata Fahri, jangan sampai dalam pilkada ini membuat suara rakyat menjadi mubazir. Harus ada pembicaraan bersama seluruh parpol di DPR.
"Ada dua jalan menyelesaikannya, revisi atau meminta fatwa dari Mahkamah Agung (MA)," ujarnya.
Ia menambahkan, jalan revisi menjadi alternatif paling bagus yang akan dilakukan oleh DPR RI. Revisi UU akan lebih membuat Pilkada lebih memiliki legalitas formal dibanding hanya mendasarkan pada Fatwa MA.
Menurut politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, Pilkada adalah pertandingan yang butuh legitimasi. Seluruh Parpol harus duduk bersama membahas penyelesaian ini. Seluruh Parpol harus memiliki legitimasi dalam Pilkada.
"Pasti ada kesepakatan, karena ini pengambilan putusan di tingkat aturan, dimana disepakati bisa dilakukan di aturan KPU atau revisi UU," ucapnya.
Fahri mengatakan, terkait sikap Mendagri yang menolak untuk melakukan revisi terbatas di 2 UU ini, pihaknya hanya berharap jangan ada sikap menang-menangan dalam kasus ini.
Namun, semangatnya harus didasari agar hasil pilkada serentak pertama kali di Indonesia ini memiliki legitimasi. Selain itu, jangan sampai ada pihak yang mengambil keuntungan ditengah potensi kisruh yang dapat terjadi kalau dua Parpol besar tidak ikut Pilkada.
"Kondisi sekarang ini menciptakan kerawanan di daerah, ada 269 daerah rawan bahaya, sebaiknya berlama-lama dulu tapi aman," katanya.