Jumat 08 May 2015 14:43 WIB

Premium Sumbang Peningkatan Inflasi Jawa Tengah

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Satya Festiani
Seorang petugas melayani penjualan bahan bakan minyak (BBM) di salah satu SPBU Kawasan Grogol, Jakarta, Selasa (28/4)
Foto: Republika/Prayogi
Seorang petugas melayani penjualan bahan bakan minyak (BBM) di salah satu SPBU Kawasan Grogol, Jakarta, Selasa (28/4)

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Inflasi Jawa Tengah bulan April 2015 mengalami peningkatan dibandingkan bulan sebelumnya. Inflasi April 2015 tercatat sebesar 0,17 persen  (mtm), sedikit meningkat dari bulan Maret lalu yang tercatat sebesar 0,16 persen (mtm).

 

Secara tahunan inflasi Jawa Tengah tercatat 5,99 persen (yoy), meningkat dari bulan sebelum sebesar 5,69 persen (yoy). Namun begitu, inflasi di Jawa Tengah ini masih lebih rendah dari inflasi nasional yang tercatat sebesar 0,36 persen (mtm).

Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Jawa Tengah mencatat, premium menjadi komoditas penyumbang terbesar inflasi bulan April ini. Berikutnya, diikuti bawang putih, tarif kereta api, bahan bakar rumah tangga dan gula pasir.

“Inflasi tertinggi terjadi di Kota Surakarta sebesar 0,35 persen (mtm) sementara inflasi terendah terjadi di Kota Tegal sebesar -0,10 persen (mtm),” jelas Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah, Ananda Pulungan, Jumat (8/5).

Ia menambahkan, berdasarkan disagregasinya, peningkatan inflasi Jawa Tengah lebih disebabkan oleh kelompok administered prices. Kelompok administered prices tercatat mengalami inflasi sebesar 1,69 persen (mtm) atau lebih tinggi dibandingkan bulan Maret sebesar 0,95 persen (mtm).

Kenaikan ini didorong adanya penyesuaian harga BBM. Di samping itu, kenaikan elpiji 12 kg juga turut memberikan andil dalam kenaikan inflasi. Meski begitu, kenaikan harga BBM ini belum memiliki dampak pada kenaikan tarif angkutan dalam kota maupun angkutan luar kota.

Sehubungan dengan kenaikan harga BBM, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah  telah menetapkan tidak akan menaikkan tarif angkutan antarkota dalam provinsi.

Di sisi lain, kelompok volatile foods kembali melanjutkan tren deflasi yang sudah terjadi sejak Januari 2015. Pada bulan April deflasi tercatat sebesar 1,41 persen  (mtm) lebih dalam dibandingkan bulan Maret yang hanya mengalami deflasi sebesar 0,33 persen.

Rendahnya tekanan harga kelompok volatile foods utamanya disebabkan oleh komoditas beras dan cabai rawit yang masih berada dalam masa panen di beberapa daerah sentra produksi.

Penurunan tersebut juga terkonfirmasi berdasarkan hasil pantauan Sistem Informasi Harga dan Produksi Komoditi (SIHATI) dan hasil Survei Pemantauan Harga (SPH). Di mana, harga beras dan cabai rawit terpantau turun.

Sementara dari sisi permintaan, terjaganya ekspektasi masyarakat menjadi faktor stabilnya inflasi inti di bulan April yang tercatat sebesar 0,02 persen (mtm). “Secara umum, dapat dikatakan rendahnya inflasi di Jawa Tengah karena kenaikan harga BBM yang dikompensasi penurunan harga volatile foods,” tambahnya.

Ananda menambahkan, pada bulan Mei, risiko tekanan harga di Jawa Tengah diperkirakan masih akan terjadi walaupun dalam level yang relatif rendah. Hal ini sejalan dengan rencana kebijakan pemerintah untuk menaikkan tarif listrik untuk beberapa golongan pelanggan.

Selain itu, risiko yang harus dicermati dari kelompok volatile foods adalah masuknya masa tanam bagi beberapa komoditas strategis, seperti bawang merah yang diprakirakan akan mengalami gejolak harga hingga masuknya musim panen pada awal Juni.

Terkait hal ini, Bank Indonesia akan terus melakukan pemantauan risiko dan memperkuat koordinasi pengendalian inflasi melalui TPID. “Yakni melalui berbagai langkah koordinasi yang diarahkan untuk dapat menurunkan tekanan inflasi secara bertahap di semua komponen, sesuai dengan roadmap pengendalian inflasi yang telah terbentuk,” tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement