Rabu 06 May 2015 12:41 WIB

DPR Desak Keppres Pengurangan Biaya Haji

Rep: arie lukihardianti/ Red: Agus Yulianto
Jamaah haji melaksanakan thawaf di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi.
Foto: AP Photo/ca
Jamaah haji melaksanakan thawaf di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG – DPR RI mendesak pemerintah segera mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) terkait pengurangan biaya haji. Sebelumnya, DPR telah merevisi Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah.

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Sodik Mudjahid, mengatakan, dalam UU tersebut diatur mengenai pengurangan biaya haji sebesar Rp 6,5 juta. Menurutnya, Menteri Agama telah menyebut bahwa Keppres tersebut akan segera keluar.

“Kami mendesak Menag untuk mempercepat peng- Keppresan sesuai UU yang berlaku,” ujar Sodik, Selasa( 5/5). Sebenarnya, batas waktu terbitnya Keppres itu tiga bulan. Tapi, Menag mengatakan Keppres tersebut harus sudah selesai pada Mei ini.

Sodik mengatakan, UU itu juga mengatur tentang pengurangan biaya haji yang tadinya berkisar di  3.219 dolar Amerika menjadi 2.717 dolar Amerika. Pengurangan sebesar  502 dolar ini,  merupakan penurunan biaya terbesar selama ini.

“Ini pertama kali turun cukup besar karena banyak yang kita pangkas. Biasanya hanya berkisar 30 hingga 40 dolar turunnya,” katanya.

Angka ini, kata Sodik, menjadi angka yang cukup ideal untuk biaya haji. Menurutnya, dewan telah melakukan pemangkasan dari berbagai aspek. Terutama pemangkasan dari kegiatan-kegiatan yang telah menjadi budaya Kementerian Agama terkait penyelenggaraan haji.

Meski ada pengurangan biaya, Sodik memastikan, kualitas pelayanan haji tidak akan terpengaruh. Pihaknya telah mewanti-wanti Kementerian Agama untuk tidak mengurangi mutu terkait pelaksanaan ibadah haji.

“Kami tahu harga, harga pondokan berapa, harga bis harusnya berapa. Tapi, kenapa biaya badal haji harus mahal,” katanya. Makanya, pihaknya mewanti-wanti ke Kemenag untuk tidak  mengurangi mutu.

Terkait isu penyerobotan antrean haji oleh KBIH, Sodik mengatakan, hal tersebut tidak terjadi. Menurutnya, hanya Menteri Agama yang berwenang untuk mengalokasikan kuota-kuota bagi daerah.

Sodik mengaku, pihaknya selalu melakukan kontrol dan pengawasan agar tidak terjadi penyerobotan. Dia pun meminta masyarakat tidak resah terkait isu penyerobotan antrean. Yang penting, kata dia, antrian ada kepastian dan pelayanan tetap bermutu dan uang yang ditabungkan itu terhitung. “Itu sebabnya dibuat UU Haji dan Umroh yang merupakan revisi dari UU yang lama,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement