Selasa 05 May 2015 05:16 WIB

'Pola Pemerintahan Jokowi Mirip Bung Karno'

Presiden Joko Widodo (kiri) dan anak sulungnya Gibran Rakabuming Raka (kanan).
Foto: Antara
Presiden Joko Widodo (kiri) dan anak sulungnya Gibran Rakabuming Raka (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Pola pemerintahan Presiden Joko Widodo belakangan ini yang mengedepankan kedaulatan politik bangsa, dinilai hampir menyerupai dengan konsep yang diserukan Presiden RI Pertama Bung Karno. Dalam dialog yang diselenggarakan salah satu stasiun radio di Medan, Senin (4/5), pengamat politik pemerintahan dari Universitas Sumatera Utara (USU) Dadang Darmawan mengatakan, pola itu mulai terlihat dari ketegasan untuk mengeksekusi mati pengedar narkoba.

Melalui konsep "nawacita" yang disampaikan pada masa kampanye, Presiden RI yang sering dipanggil Jokowi itu seperti ingin menerapkan konsep "Trisakti" Bung Karno yakni berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam budaya.

Peniruan terhadap pola pemerintahan Bung Karno juga terlihat dari isi pidato Jokowi yang memberikan kritikan tajam terhadap PBB dan IMF. Namun posisi Jokowi dalam menunjukkan kedaulatan politik berbeda dengan Bung Karno yang mendapatkan dukungan penuh dari seluruh kekuatan politik pada masa itu.

"Namun bedanya, Jokowi terkesan berjuang sendiri. Parpol membiarkannya berjuang sendiri," katanya.

Secara politik, menurut Dadang, ketegasan tersebut tidak akan berpengaruh besar karena Indonesia adalah negara yang sangat menarik untuk menjadi mitra kerja sama ekonomi. Bung Karno dan Jokowi sepertinya menyadari bahwa negara-negara lain justru akan merasa rugi jika harus menghentikan kerja sama ekonominya dengan Indonesia hanya karena berupaya menunjukkan kedaulatan politik.

Namun, kata dia, kurangnya dukungan politik dari parpol tersebut dikhawatirkan dapat mengurangi kemampuan elemen bangsa dalam pemberantasan narkoba. Kurangnya dukungan dalam negeri itu dikhawatirkan eksekusi tersebut hanya berupa hukuman bagi pengedar narkoba, bukan bagian dari upaya pemberantasan yang bersifat menyeluruh.

"Kalau seperti itu, dikhawatirkan akan muncul bandara- bandar baru untuk menggantikan mereka (yang dieksekusi)," kata mantan Ketua Umum Badko HMI Sumut itu.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement