REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Laju inflasi bulan April di Kota Yogyakarta ternyata banyak dipengaruhi oleh kenaikan harga bensin. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Yogyakarta, laju inflasi pada bulan April adalah 0,38 persen. Angka ini naik dibanding Maret 2015 yang janya 0,15 persen.
Menurut Kepala BPS Yogyakarta, Bambang Kristianto, kenaikan harga pada enam kelompok pengeluaran menyumbang cukup besar kenaikan laju inflasi bulan ini. Enam kelompok ini adalah kelompok perumahan, air listrik, gas dan bahan bakar naik 0,70 persen, kelompok sandang naik 0,28 persen, kelompok kesehatan naik 1,23 persen. Selain itu, kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga naik 0,12 persen dan kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan naik 1,47 persen. Sebaliknya kelompok bahan makanan turun 1,88 persen.
"Kenaikan harga komoditas yang menyumbang inflasi cukup besar adalah premiun. Harga premium atau bensin naik 5,38 persen memberikan andil pada laju inflasi sebesar 0,20 persen," ujarnya.
Selain bensin kenaikan harga bawang merah sebesar 13,14 persen memberikan andil pada laju inflasi sebesar 0,05 persen. Kenaikan upah pembantu rumah tangga sebesar 22,78 persen menyumbang inflasi 0,03 persen. Laju inflasi juga disumbang oleh kenaikan upah tukang bukan mandor, telur ayam ras dan dokter spesalis.
Sebaliknya, komoditas yang mengalami penurunan harga sehingga menahan laju inflasi adalah beras yang turun 10,03 persen dan menahan laju inflasi -0,40 persen. Komoditas lain yang harganya menurun adalah cabai merah, minyak goreng, kacang panjang dan cabe hijau.
Dari 82 kota yang dihitung angka inflasinya, 72 kota mengalami inflasi dan 10 kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Tual sebesar 1,31 persen, diikuti Kota Bima sebesar Rp 1,090 persen kemudian Kota Lubuk Lingau dan Medan masing-masing 0,99 dan 0,96 persen.
Inflasi terendah terjadi di Kota Cilacap sebesar 0,02 persen, diikuti Sumenep sebesar 0,05 persen. Sedangkan deflasi terbesar terjadi di Kota Manokwari sebesar 0,69 persen diikuti Kota Ratampone sebesar 0,39 persen. Deflasi terkecil terjadi di Kota Sukkabumi dan Kendari masing-masing 0,03 persen diikuti Kota Bulukumba 0,06 persen.