Sabtu 02 May 2015 17:06 WIB

Jajang, Anak Betawi yang Jadi Pilot Pesawat Tempur

Pesawat tempur Hawk MK-53
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Pesawat tempur Hawk MK-53

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Betawi, suku bangsa asli di DKI Jakarta, punya pilot pesawat tempur. Namanya Letnan Kolonel Penerbang Jajang Setiawan, anak dari H. Salam Rusyen yang kelahiran Menceng, Cengkareng dan ibu Hj. Tjitjih Sukaesih yang kelahiran Banten.

Jajang mulai 10 Oktober 2014 hingga saat ini menjabat sebagai Komandan Skuadron Udara 12 Pekanbaru, Riau. Sebelumnya, dia menjabat Kafaslat Lanud Roesmin Nurjadin.

Tepat pada hari ulang tahunnya yang ke-40 pada tanggal 17 Maret 2015, dia meraih 2.000 jam terbang dengan pesawat tempur Hawk. Prestasi langka di Skuadron Udara 12 Pekanbaru.

Setelah lulus SMU pada tahun 1993, menurut majalahbetawi.com, dia mendaftar untuk menjadi Taruna Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) AU. Namun, dia gagal dalam sesi tes penerimaan.

Meski kurang didukung keluarga karena mereka berpikir masuk AKABRI itu hanya untuk anak pejabat, Jajang yang hanya anak pensiunan "tukang blanwir" (petugas pemadam kebakaran) golongan II A sambil bekerja menjadi sopir terus latihan guna mengikuti tes taruna pada tahun 1994.

Pada kesempatan kedua ini dia diterima menjadi taruna AKABRI Udara di Magelang. Ia lulus seleksi Jakarta peringkat 5 dan AKABRI Udara urutan 19. "'Ane' (saya) haru, anak 'tukang blanwir' bisa lolos AKABRI, yang lain babenya kebanyakan hebat-hebat," katanya.

Pendidikan di AKABRI dilalui Jajang dengan relatif cukup berat. "Tapi diajak 'enjoy'. Semua demi suatu tujuan untuk menjadi pemimpin di sektornya masing-masing sesuai dengan kejuruan. 'Sampe akhirnye ane' lulus jadi perwira. Angkatan 'ane' adalah angkatan yang terakhir dilantik oleh Pak Harto (Presiden Soeharto) sebelum beliau lengser," katanya.

Lika-liku karier sebagai penerbang tempur dilalui, sampai satu ketika ada peristiwa yang tidak akan bisa Jajang lupakan. Ketika itu Jajang sedang melakukan latihan rutin bersama tiga pesawat tempur lainnya. Malang tak dapat ditolak, sistem hidrolik pesawat tempur Hawk itu mengalami masalah, roda tidak bisa keluar.

"Bisa saja pesawat jatuh dan 'ane' pakai kursi lontar. Akan tetapi, 'ane' ikuti prosedur untuk turun dengan teknik yang lembut, ketika itu bahan bakar tersisa 150 liter. Alhamdulillah pesawat bisa selamat turun walau kecepatannya 280 km/jam," kata Jajang seperti dikutip majalahbetawi.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement