REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Pemerintah Kabupaten Purwakarta, Jabar, prihatin terhadap nasib buruh garment. Pasalnya, sampai saat ini buruh tersebut belum menikmati kesejahteraan. Saat ini saja, dari 27 perusahaan garment yang ada, belum satupun yang mengadakan angkutan untuk karyawan untuk buruh perusahaan padat karya ini.
Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mengatakan, buruh garment saat ini masih tertindas. Setiap hari ke tempat kerja, mereka harus menggunakan angukat kota atau sepeda motor (ojek). Padahal, resiko mengalami kecelakaan atau aksi kriminilitas terhadap buruh perempuan ini sangat tinggi.
"Parahnya lagi, makanan yang mereka konsumsi juga tidak layak. Setiap hari mereka mengkonsumsi cilok, bakso atau mie ayam," ujar Dedi, kepada Republika, Jumat (1/5).
Padahal, buruh garment itu sangat membutuhkan asupan gizi yang baik. Sebab, setiap harinya mereka bekerja dengan tenaga. Tapi pada kenyataannya tenaga mereka diperas, tapi asupan gizi yang masuk tidak layak.
Kondisi ini sangat memrihatinkan. Karena itu, pihaknya mendorong supaya organisasi buruh yang mumpuni seperti Konfederasi SPSI (KSPSI) dan Konfederasi FSPMI, harus memerjuangkan rekan mereka sesama buruh yang bekerja di sektor garment.
Dedi mengaku, dirinya sangat sedih dengan nasib para buruh garment yang mayoritas perempuan ini. Makanya, kedepan pihaknya akan mendorong supaya buruh garment mendapatkan kehidupan yang layak. "Saya akan dorong, semua perusahaan garment harus menyediakan angkutan karyawan, makanan yang baik, serta ruangan khusus penitipan bayi atau balita," ujarnya.
Sebenarnya, lanjut Dedi, negara bisa menjamin hal itu. Karena negara sudah memiliki poin-poin untuk melindungi buruh garment tersebut. Namun, poin-poin itu sampai saat ini belum jadi regulasi. Jadi, buruh perempuan ini belum mendapatkan hak yang layak.
Untuk ruangan bayi dan balita di pabrik, Pemkab Purwakarta siap membayar mentor atau guru yang merawat bayi dan balita itu. Jadi, selain anak-anak tersebut bisa dekat dengan ibunya, mereka juga akan mendapatkan pendidikan sejak dini oleh para guru tersebut.
"Pokoknya, kedepan perusahaan garment harus bisa menjalankan poin-poin tersebut," ujar Dedi.
Sementara itu, Ketua Konsulat Cabang FSPMI Purwakarta, Fuad BM, berjanji organisasinya akan memerjuangkan nasib para buruh garment tersebut. Jadi, kedepan aksi buruh tak lagi berkutat pada persoalan besaran upah. Melainkan, akan memerjuangkan nasib para buruh garment yang mayoritas perempuan tersebut.
"Buruh garment di Purwakarta jumlahnya sekitar 31 ribu orang. Kita bersama organisasi buruh lainnya, siap memerjuangkan nasib mereka," ujarnya.