REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika Kota Semarang menyebutkan sekitar 20 persen dari seluruh angkutan kota di daerah ini dalam kondisi tidak layak.
"Jumlah seluruh angkot berbagai trayek yang beroperasi di Kota Semarang sebanyak 5.000 armada," kata Kepala Seksi Angkutan Dishubkominfo Kota Semarang Suyatmin di Semarang, Jumat (1/5). Hal itu diungkapkannya usai pertemuan dengan para pengusaha angkot jalur Panggung-Pasar Johar pulang-pergi (PP) yang menjadi bagian kegiatan reses Ketua DPRD Kota Semarang Supriyadi.
Menurut Suyatmin, usaha angkot sekarang ini memang tidak seperti dulu karena semakin sepi penumpang seiring dengan semakin banyaknya masyarakat yang memilih menggunakan sepeda motor. "Pengusaha angkot ini jangan dibayangkan punya banyak angkot. Rata-rata mereka hanya punya satu angkot dan disopiri sendiri. Paling banyak, satu pengusaha punya tujuh armada," katanya.
Makanya, kata dia, pengusaha angkot sekarang ini memang berada dalam kondisi antara hidup dan mati sehingga secara tidak langsung berpengaruh dengan kelayakan armada angkot yang dioperasikan. Ketidaklayakan armada, kata dia, salah satunya dilihat dari usia kendaraan telah melebihi batas yang dipersyaratkan, yakni maksimal 12 tahun untuk pengoperasian angkot jalur ranting.
"Ya, kalau usia kendaraan maksimal 12 tahun. Sekarang ini, paling lama kan harus kendaraan keluaran tahun 2003. Kenyataannya, kebanyakan armada yang dioperasikan keluaran 1997," katanya.
Berarti, kata dia, harus ada upaya peremajaan armada yang dilakukan pengusaha angkot, tetapi diakui atau tidak para pengusaha angkot sekarang ini memang berada dalam kondisi yang sulit. Makanya, Suyatmin mengatakan para pengusaha angkot diberikan kelonggaran waktu sampai dua tahun untuk meremajakan armadanya berkoordinasi dengan Organisasi Angkutan Darat (Organda).
"Kami berharap dalam dua tahun ke depan, para pengusaha angkot bisa 'nyelengi' (menabung, red.) dulu. Meremajakan kan tidak harus membeli mobil baru, namun yang usianya lebih muda," katanya. Selain itu, Suyatmin mengakui pentingnya usaha angkot memiliki badan hukum, sebab jika tidak berbadan hukum akan kesulitan untuk mengurus perizinan, seperti perpanjangan izin trayek.
"Kondisi sekarang ini, para pengusaha angkot kan juga 'driver' (sopir, red.). Makanya, kami koordinasi dengan Organda yang punya paguyuban agar bisa mewadahi teman-teman ini," pungkasnya.