REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA--Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Surabaya menjelaskan pemberian suvenir seharga Rp50 ribu kepada pemilih yang diperbolehkan dalam pemilihan kepala daerah merupakan bagian dari bahan kampanye.
"Itu merupakan salah satu metode kampanye," kata komisioner KPU Surabaya Purnomo kepada Antara di Surabaya, Jumat.
Menurut dia, karena termasuk bahan kampanye, maka barang-barang tersebut terikat dengan pengaturan tentang kampanye, salah satunya adalah harus memuat materi kampanye, yaitu visi, misi dan program pasangan calon yang bersangkutan.
Jika dibandingkan dengan pilkada atau pemilu legislatif yang lalu, lanjut dia, maka pengaturan yang sekarang dapat dikatakan cukup progresif. Hal ini karena sebelumnya tidak ada pengaturan tentang batas nominal dari bahan kampanye, sehingga cenderung disalahgunakan.
"Sedangkan sekarang, dengan adanya pembatasan nominal maka secara langsung, nilai ekonomis dari barang-barang tersebut pun terbatas untuk digunakan sebagai media untuk menyampaikan visi, misi dan program saja," ujarnya.
Mengenai banyak pihak yang menilai pemberian suvenir bagian dari politik uang, Purnomo menyerahkan kepada Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) untuk mengidentifikasi bilamana itu termasuk politik uang atau bukan.
"Kami punya tanggung jawab untuk mengingatkan kepada peserta dan menginformasikan kepada masyarakat tentang bagaimana kampanye itu seharusnya dilakukan," katanya.
Wakil Ketua DPC PDIP Surabaya Didik Prasetyono mengatakan melegalkan politik uang dalam pilkada mengakibatkan situasi yang tidak seimbang antarcalon kepala daerah.
"Yang kaya akan semakin mudah menjamah pemilih. Itu legal dan tidak bisa ditindak. Sementara, yang tidak mempunyai cukup uang akan sulit menarik dukungan masyarakat," katanya.
Didik mengatakan materi kampanye adalah benda apapun, termasuk beras diberi gambar calon bisa materi kampanye. "Tidak diatur pelarangan repetisi, jadi hari ini nerima besok dan lusa nerima juga tidak melanggar PKPU. Faktual yan diterima pemilih dari calon akan bisa lebih dari Rp100 ribu. Ini menciptakan inequality, ketidakseimbangan antarcalon dalam kotestasi pilkada," katanya.
Menanggapi hal itu, Purnomo mengatakan bahwa sampai saat ini pihaknya juga masih menunggu kejelasan pengaturannya dalam PKPU. Namun mengenai akibat dari itu semua menyebabkan ketidakseimbangan antarcalon dalam kotestasi pilkada, lanjut dia, adanya pembatasan tntang Dana Kampanye.
"Dalam hal ini tentu akan membatasi kemauan pasangan calon untuk menggandakan bahan kampanye. Paling tidak, tampak di UU bahwa dana kampanye peserta dibatasi, sehingga celah inequality bisa terminimalisir," katanya.