REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jumlah anak-anak yang dipelihara oleh panti-panti terus bertambah sebagai dampak dari kehamilan tidak diinginkan yang membutuhkan peran negara. Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan Kemensos telah berkomunikasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri), Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak (Kemen PPA), serta Kepolisian agar anak-anak panti bisa dianggap sebagai anak negara secara legal.
"Tidak perlu ke pangadilan cukup notaris didatangkan ke panti untuk mengurusnya," ujar Khofifah, Kamis (1/5).
Kemensos juga telah menyiapkan draft Peraturan Presiden (Perpres) dan Surat Keputusan Bersama (SKB) terkait anak negara dan hampir semuanya lembaga memiliki komitmen yang sama untuk status dan legalitas anak negara. Data Insitut Kewarganegaraan Indonesia (IKI) yang melakukan advokasi menjelaskan baru 50 persen dari 83 juta anak Indonesia yang memiliki akta kelahiran.
"Baru 40 juta anak Indonesia yang memiliki akta kelahiran dan pemberian akta sebagai salah satu yang diusulan Kemensos," imbuh Khofifah.
Selain itu, Kemensos turut memberikan perhatian terhadap persoalan yang dialami kota-kota besar di Indonesia, khusunya DKI Jakarta yang terkait dengan tunawisma. Pasalnya, PBB 15 hari lalu telah merilis lima negara dengan jumlah tunawisma tertinggi di dunia. Khofifah mengatakan salah satunya memasukan DKI Jakarta di dalamnya setelah kota New York, Amerika Serikat. Menurut Khofifah, dbutuhkan Private Public Partnership (PPP) untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi di kota-kota besar dengan melibatkan berbagi pihak terkait lainnya.
“DKI Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia itu ibarat gula jadi banyak semut yang datang. Hal itu, berbanding lurus dengan persoalan yang terjadi dan dengan PPP diharapkan menjadi solusi tepat," tutup Khofifah.