REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Pusat mempertimbangkan permintaan Pemerintah Aceh dalam mengelola kewenangan pengelolaan minyak dan gas melalui pemberian batas wilayah laut teritorial yang lebih dari daerah lain.
Wakil Presiden Jusuf Kalla di Jakarta, Kamis (30/4), mengatakan saat ini sudah ada kesepakatan antara Pusat dan Pemerintah Aceh mengenai Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengelolaan Minyak dan Gas.
"Sudah ada kesepakatan. Menurut UU, yang di lepas pantai 12 mil itu (pengelolaannya) di Pusat, namun demikian kami memberi perhatian atas permintaan untuk lebih dari 12 mil itu," kata Kalla di Kantor Wakil Presiden.
Terkait kewenangan sumber daya alam di laut teritorial sekitar Aceh, Kementerian Dalam Negeri telah menyusun formulasi bentuk kewenangan yang diinginkan Pemerintah Aceh, tanpa menyalahi peraturan dan perundang-undangan berlaku yakni 12 mil batas laut.
Hal itu dituangkan dalam RPP yang merupakan turunan dari Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Seharusnya, PP turunan tersebut sudah terbit paling lama dua tahun sejak disahkannya UU.
Namun, ketidaksesuaian antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh menyebabkan RPP tersebut tersendat hingga sembilan tahun.
Kamis, Wapres menggelar rapat koordinasi dengan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Sofyan Djalil dan Gubernur Aceh Zaini Abdullah terkait kewenangan pertanahan Aceh yang sudah diatur dalam Perpres Nomor 3 Tahun 2015 tentang Kewenangan Pemerintah yang Bersifat Nasional di Aceh.
Mendagri menyatakan persoalan kewenangan pertanahan daerah Provinsi Aceh sudah selesai, terutama menyangkut pertanahan.
"Sudah (selesai semua), kita sudah 'clear' kok, tidak ada masalah. Hanya masalah pertanahan yang sudah ada PP-nya itu, jadi mereka (Aceh) perlu penjelasan saja," kata Mendagri.