REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Digitalisasi arsip negara di Indonesia baru mencapai 20 persen. Padahal, Indonesia memiliki jutaan lembar data bersejarah mulai dari zaman Hindia Belanda 1602, perjuangan meraih kemerdekaan sampai saat ini.
"Kita terkendala kemampuan alat yang masih terbatas, juga SDM dan dana," kata Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Mustari Irawan di Denpasar, Rabu (29/4).
Seluruh arsip negara tersebut, kata Mustari disimpan di dalam kotak medium sepanjang tiga kilometer (km) linear. Bentuknya berupa peta, foto, kertas, tembok gambar, kaset, dan film.
Arsip pada masa VOC 1602 mendominasi sepanjang 2,5 km, sedangkan sisanya arsip sejak kemerdekaan. Seluruhnya membutuhkan perawatan intensif terkait suhu dan kelembaban supaya tidak cepat rusak.
Digitalisasi arsip bertujuan memudahkan masyarakat mengakses sejarah bangsa secara cepat. Demi mempercepat proses digitalisasi arsip nasional, ANRI menggandeng pihak luar, seperti NGO dari Belanda.
Menteri Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi, Yuddy Chrisnandi mengatakan tenaga kearsipan tak bisa dipandang sebelah mata. Pasalnya, arsip diperlukan sebagai dokumen perjalanan sejarah suatu bangsa. "Negara yang besar adalah negara yang menghargai catatan sejarahnya," ujar Yuddy.
Petugas arsip dinilainya berperan sangat vital, bukan sekadar pekerjaan sambilan. Mereka dituntut profesional, bisa mengelola dengan baik, dan menyebarluaskannya.