REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan sekitar 60 persen daerah otonomi baru (DOB) atau pemekaran, gagal meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) daerah tersebut. Namun, hal itu tidak serta merta membuat pemerintah mengembalikan daerah tersebut ke daerah induknya.
Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pemekaran dan Otonomi Daerah, Robert Endi Jaweng mengatakan perlu ada penanganan khusus untuk daerah-daerah pemekaran tersebut. Pasalnya, ia menilai pemerintah tidak boleh menyamaratakan perlakuan bagi daerah-daerah pemekaran tersebut.
“Harus ada unit penanganan khusus, jangan dianggap sama dengan manajemen daerah sebelumnya karena jelas beda, daerah yang baru pemerkaran tersebut,” kata Endi saat dihubungi ROL di Jakarta, Senin (27/4).
Endi mengibaratkan daerah otonomi baru tersebut seperti bayi yang baru lahir. Sehingga menurutnya, perlu ada pendampingan khusus untuk daerah-daerah tersebut dalam mengembangkan potensi di daerahnya.
“Ya kan nggak mungkin bayi baru lahir tiba-tiba langsung lari. Apalagi kalau dia lahirnya prematur,” ujar Endi.
Ia mengatakan penanganan khusus tersebut nantinya akan memudahkan daerah untuk menkonsolidasi percepatan pembangunan dari lintas sektor mulai dari pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Hal ini kata Endi, tidak bisa dipenuhi secara menyeluruh jika daerah otonomi baru di bawah direktorat.
“Tanpa mengecilkan direktorat (dirjen otonomi daerah) tapi daerah pemekaran ini butuh penanganan dari lintas bidang, semua dan keroyokan, kalau hanya di direktorat ini tentu kordinasi kurang efektif, akan lebih baik jika ditangani Badan Khusus Otonomi daerah seperti Badan Nasional Perbatasan yang juga di bawah Kemendagri,” ujarnya.