REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA—Bank dan lembaga jasa keuangan lainnya di Jawa Timur belum ramah penyandang disabilitas. Laporan penelitian Pusat Studi dan Layanan Disabilitas (PSLD) Universitas Brawijaya yang dirilis Senin (27/4) menyebutkan, 65 persen responden penyandang disabilitas pernah mengalami diskriminasi oleh lembaga jasa keuangan.
Temuan lain menyatakan, penyandang disabilitas menghadapi kesulitan mengakses bank dengan sejumlah alasan. Sebanyak 27,03 persen menyatakan ‘persyaratan sulit dan tidak aksesibel’, sementara 18,92 menyebutkan ‘sarana dan prasarana tidak aksesibel’. Survei dilakukan di tiga Kota di Jawa Timur, yakni Malang, Surabaya dan Mojokerto.
Sekretaris PSLD Slamet Tohari lebih lanjut menjelaskan, selama ini bank menganggap penyandang disabilitas bukan kelompok masyarakat yang menguntungkan bagi bank. Kondisi tersebut, menurut Slamet, diperburuk oleh rendahnya tingkat pengetahuan penyandang disabilitas soal pengelolaan keuangan. Walhasil, Slamet menjelaskan, penyandang disabilitas kehilangan potensi meningkatkan harkat dan martabat mereka.
Ia menggambarkan, hasil survei juga menunjukan, 70,45 persen penyandang disabilitas tidak pernah menabung di bank. Dan 56 persen dari mereka menyatakan tidak siap jika menghadapi kebutuhan mendadak. Atas dasar itu, menurut Slamet, PSLD digandeng Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memberikan edukasi keuangan bagi penyandang disabilitas.
Sejalan dengan itu, OJK terus mendorong lembaga-lembaga jasa keuangan untuk memberlakukan pelayanan keuangan inklusif bagi penyandang disabilitas. Slamet meyakinkan, potensi kaum disabilitas di lapangan ekonomi sama besarnya dengan warga masyarakat pada umumnya. Jika diberikan kesempatan, menurut Slamet, mereka bisa berkembang sama baik seperti masyarakat lainnya.
“Bank sudah seharusnya melihat mereka sebagai market, yang bisa mendapatkan akses yang sama. Bisa pinjam uang, bisa menabung, dan diperlakukan dengan harkat dan martabat yang sama,” ujar Slamet dalam acara edukasi keuangan bagi penyandang disabilitas yang diselenggarakan OJK di sebuah hotel di Surabaya, Senin (27/4).
Mewakili OJK, Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Kusumaningtuti Soetiono menjelaskan, OJK memiliki misi memberikan edukasi keuangan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Edukasi keuangan, menurut dia, secara khusus menyasar kelompok-kelompok masyarakat dengan kondisi keuangan rentan, salah satunya adalah penyandang disabilitas.
Kusumaningtuti menjelaskan, dalam Peraturan OJK (POJK), sebenarnya kewajiban lembaga jasa keuangan memberikan pelayanan inklusif sudah tercantum pada Pasal 24. “Sekarang sudah ada bank yang memberikan layanan inklusif, tapi masih suka rela. Secara bertahap, mudah-mudahan seluruh lembaga jasa keuangan akan mengimplementasikan peraturan tersebut,” ujar Kusumaningtuti.